Room 002 : Kaidou Hana, Kagami Sou, Tsukikage Rinne & Takizawa Gururi

[ooc : entah kenapa gw SANGAT bisa membayangkan situasi kamar dari deskripnya Rinne. Detil amat =w="]
---------------------------------------------------------------------

'Kamar Room 002...Room 002', Hana menarik dua koper besar, matanya menyusuri tiap nomor pintu. Kebetulan sekali kamar yang ia dapatkan berada tepat di sebelah kamarnya ketua side. Berhenti di depan pintu dengan papan kayu bertuliskan 002, ia membetulkan posisi tote bag pada pundaknya yang mulai terasa pegal. Wajar saja di dalam tas besar berwarna hitam dengan aksen ungu tersebut terdapat satu set lengkap peralatan make-up serta perawatan tubuh.

'Sou, Rinne,dan Gururi. Hm? Sou yang itu?', Hana menaikkan alis. Ia mengenal gadis tinggi dengan potongan rambut pendek yang nampaknya lebih hobi berolahraga, yah walaupun hanya sekedar nama dan sapaan saja.

Krieeet...

Ternyata bukan kamar kosong yang menyambut gadis berambut merah itu. "Ara?",alis Hana terangkat. Seorang penghuni kamar lain yang telah lebih dulu datang dan nampak sedang kebingunan mengatur koper. "Oh halo. Kukira belum ada yang datang", sapa Hana kepada gadis berambut hitam tersebut. Tanpa pikir panjang ia mengambil ranjang bawah di sebelah ranjang pilihan Rinne. 'Di bawah saja deh,daripada terjatuh dari atas tanpa sadar ketika aku tidur'

Alis mata gadis penyuka ikan ini sedikit mengernyit melihat Rinne, wajah yang tampaknya familiar dalam ingatan. Dan betul..... dulu ia sering melihat gadis manis itu dalam layar televisi. "Oh benar. Kau ini Rinne, artis yang sewaktu kecil sering kulihat di tv", ujarnya terkejut. Walaupun kini artis cilik tersebut telah beranjak dewasa,namun beberapa fitur wajah masih ia hafal sebagai Rinne. "Aku Kaidou Hana,panggil Hana saja dan salam kenal".

Semoga teman barunya itu menyenangkan untuk setahun ke depan.

'Bukan?', Hana menatap Rinne bingung. Memang tidak bisa dibandingkan dengan penampilan seorang Rinne sang artis cilik, dulu terlihat penuh warna dan pesona artis yang kuat -pengaruh dari kedua orang tuanya kah?-. Gadis yang sekarang menjadi teman sekamarnya itu seperti gadis biasa pada umumnya. 'Hmm.... mungkin aku salah. Tapi wajah keduanya mirip sekali', ia memiringkan kepala penasaran.

Alasan yang diutarakan Rinne kurang lebih masuk akal.... namun juga terlihat dipaksakan. "Wajah dan namanya bisa sama begitu", kedua mata abu-abu Hana masih membulat besar. Setengah ragu, namun ia tidak ingin memaksa Rinne lebih jauh. "Yoroshiku Rinne-san",ujarnya tersenyum.

Hana menyadari komentar Rinne pada bawaan besar yang ia bawa. Dengan tertawa kecil dan sedikit malu gadis itu membalas, "habis jika tidak membawa senjata lengkap rasanya ada yang kurang". Tentu maksud dari senjata adalah peralatan make up lengkap dari A hingga Z. Jumlah bawaan yang malah akan menggandakan fungsi meja belajar juga menjadi meja rias.

"Yah memang betul,rasanya melihat bawaan kita dengan jumlah lemari disini, tidak akan muat", candanya ringan.

Mulai mengikuti Rinne, satu persatu pakaian dari dua koper besar ia ambil dan atur. "Aku kelas 2-2. Kau?". Seharian itu ia akan disibukkan dengan menata kamar yang akan menjadi rumah keduanya itu. Room sweet room.

Tahun ajaran baru...kamar baru. Merepotkan memang...tapi sudah aturannya seperti itu, tidak ada yang bisa dilakukan untuk tetap di kamar yang lama. Lagipula barang-barang bawaan Sou hanya sedikit. Kamar asrama hanyalah tempat tidur dan mandi baginya. Kegiatan sehari-hari selain di sekolah ya pasti pulang ke apartemen ibu untuk mengecek Renji, pc kesayangan yang menyimpan ribuat giga byte file berharga miliknya.

"Ngg..kamar 002...Hana, Rinne, dan Gururi" celetuknya sambil membaca papan nama di samping pintu kamar. Hana dan Gururi. Ia tidak femiliar dengan dua nama itu. Bukan artis atau idola kan? Lain halnya dengan nama Rinne. Rasanya Sou pernah melihat atau mendengar nama itu walaupun sudah lama sekali.

~Tok..tok...krieett

Yah..siapa tahu sudah ada orang di kamar dan sedang ganti baju. Kasian juga kalau pintunya langsung dibuka lebar, "Permisi.."

Mata hitamnya menangkap sudah ada dua siswi disana sedang bercakap-cakap sambil membereskan barang-barang mereka. Siswi berambut merah ikal panjang itu rasanya sering ia lihat. Gadis cantik yang menurut Sou cocok jadi artis loli. Sedangkan yang seorang lagi...deja vu. Tidak kalah cantik dengan si rambut merah...tapi ada yang berbeda darinya. Kharismatik.

~Dia pasti artis...atau idol

Spekulasi...tapi instingnya jarang sekali salah lho.

"Hai..aku Kagami Sou..mari berteman!" sapa Sou kepada kedua teman sekamar barunya sembari menutup kembali pintu kamar. Kedua gadis itu sudah menetapkan ranjangnya. Dua lagi tersisa. Atas...atau bawah. Pilihan yang sulit. Sou meletakkan tasnya yang berupa tas olah raga berukuran besar di dekat sebuah meja belajar.

"Aku akan menjadi teman seranjangmu loli-chan" ujarnya kepada gadis berambut merah seenaknya, menaiki tangga ranjang bertingkat dan meletakkan sebuah tas lain berisi laptop dan kembali turun. Yep...Sou cuma membawa dua tas itu...cukup simple untuk diatur dengan cepat.

"Jadi....kalian kelas berapa??" mengekori dua temannya, berlutut di lantai dan mulai membongkar tas olah raga yang berisi pakaian dan buku-buku.

Gadis berkuncir dua ini menyusuri koridor asramanya yang baru, mencari-cari kamar 002. Baru kali ini Gururi tinggal di asrama. Rumornya asrama itu banyak hantunya, misalnya arwah gentayangan gadis yang bunuh diri di kamar mandi, entah benar bunuh diri atau terpeleset sabun cair. Atau hantu lemari yang kalau malam hari suka mengetuk-ngetuk minta dibukakan. Mungkin ia terlalu banyak membaca yang tidak-tidak di internet. Sedikit merinding, Gururi mempercepat langkahnya.

Koridor sepi sekali, semoga tidak ada wanita berkepala terbalik yang merangkak di langit-langit.

Paranoid, Gururi langsung berlari ke kamar tujuannya. Matanya menangkap papan 002 di pintu.

"Ah! itu dia! A...IIGYAAA!!!!".

Keserimpet koper bermotif beruang Rillakuma miliknya, Gururi tersungkur tepat di depan kamar 002 dengan wajah tepat menghantam lantai. Darah segar keluar lewat hidungnya. Mimisan.

Paranoid sial...

Mau tidak mau gadis itu terkejut. Kelas 2? Ia kira teman seasramanya pasti anak kelas satu juga. "Hana-senpai, yah, kalau begitu?" katanya perlahan. Ia mengangkat beberapa kotak dari kopernya dan mengintip isinya. Sepatu low heels hitam putih klasik Chanel. Taruh di koper. Metal Nodo Louboutin, sepatu datar dengan gold finish leather favoritnya. Sudah pasti taruh di tempat yang mudah dijangkau. Peep toe red high heels. Koper. Sepatu lari Adidas. Lemari.

"Saya masuk di kelas I-1, senpai. Apa Hana-senpai pindahan? Atau memang setiap tahun daftar kamar asrama diacak?" tanyanya sambil menimbang-nimbang dalam hati baju santai mana yang akan lebih sering dipakai. Seri kucing Tsumori Chisato akhirnya masuk lemari daripada gaun tidur transparan Victoria's Secret (Siapa yang memasukkan?? Pasti ibunya. Memang di asrama perempuan mau ngapain pakai baju setipis itu???).

Saat itulah pintu kamar diketuk dan terbuka, membuat siapapun disana otomatis akan menoleh dan melihat siapa. Rinne memandang penghuni baru itu dari atas hingga bawah. Kulit gadis itu sepertinya agak gelap, dan panjang kakinya tampak aneh. Ia sempat khawatir ketika mata Kagami Sou sempat memandang ke arahnya, namun segera menepis hal itu. "Halo juga, Kagami-san." katanya membalas perkenalan Kagami Sou, walau dalam hati sedikit tidak suka dengan cara gadis itu main hajar pesan tempat. Oh, bukannya Rinne peduli. Tapi setidaknya tanyalah dulu pada orang yang lebih dulu disini, bukan? Siapa tahu kasur atas itu sudah dipesan orang (walau sebenarnya, tidak).

Rinne diam dan pura-pura berkonsentrasi kembali membongkar isi koper. Biar saja Hana yang melayani omongan gadis itu. Ia baru saja tergoda untuk mengintip sebentar koleksi anting berliannya ketika ada teriakan anak perempuan di luar, diikuti suara jatuh benda berat.

Mata gadis itu melebar, memandang kedua gadis lainnya dengan tatapan bertanya-tanya sebelum akhirnya bangkit berdiri dan membuka pintu. "Astaga." Ia membungkuk dan menyentuh pundak anak perempuan yang kini terkapar itu. "Kau tidak apa-apa... Oh."

Mimisan jelas tidak menandakan bahwa orang itu tidak apa-apa.

Kebingungan menentukan dimana dia akan meletakkan peralatan make up, Hana mendekati salah satu meja belajar dan mengeluarkan isi dari tote bag. Berbagai macam peralatan rias dan rambut bercampur jadi satu. Ini sudah ia kurangi setidaknya sepertiga dari jumlah yang ia miliki. Memiliki rambut panjang membuatnya sering mengganti gaya rambut, tak aneh jika ia memiliki banyak jepitan,bando,ikat rambut,pita,dan terutama sisir.

Kelas 1 kah?, "Tidak juga", jawabnya sambil menyibukkan diri memilah setiap barang. "Kamar diacak random hanya pada tahun pertama dan kedua. Kelas 3 nanti kau akan memiliki asrama sendiri,tidak bercampur junior". Ibu kepala sekolah memang terlalu memfokuskan anak kelas 3 untuk belajar, bisa dikatakan tahun inilah waktu terakhirnya untuk bersenang-senang dan mengikuti berbagai kegiatan.

"Aaa tidak. Aku bukan murid pindahan",Hana mengibaskan tangannya.

Quote :

"Permisi.."

Suara yang kontan membuat gadis rambut tergelung ini menoleh. Sosok wanita dengan perawakan tinggi dan rambut pendek yang menjadi ciri khas langsung ia kenali. "Sou-san?". Oh betul Sou yang itu, rupanya ingatannya tidak salah. Hana tak begitu mengenalnya terlebih ia sendiri tidak yakin gadis tinggi itu mengenal balik.

Quote :

"Aku akan menjadi teman seranjangmu loli-chan"

'Hmph.. loli-chan?', Hana tertawa dalam hati, ia sengaja memasang wajah malas. "Kau seperti memanggil boneka, Sou. Hana,namaku Hana", omelnya sembari bercanda. "Dan lagi kenapa kau tidak menanyakan lebih dulu nama kami?". Kembali fokus kepada barang di tangan, sebuah cermin dengan ukiran kayu di sekitarnya, tidak terlalu besar namun cukup untuk didudukkan di atas meja belajar.

Quote :

"Ah! itu dia! A...IIGYAAA!!!!"

'Eeh apa itu?? ada penyusup? maling??', Hana belum beranjak ketika Rinne segera memeriksa keluar. Dahinya berkerut bingung melihat gadis tersebut malah membungkuk. Dari balik pintu terlihat sosok yang nampaknya tersungkur. Siswi disini? Hana sedikit berteriak, "ada apa Rinne?!".

~Oh benar...nama...

Batin Sou sambil mengelus dagu. Memang tadi ketika memperkenalkan diri ada yang lupa...ia tidak menanyakan nama kedua temannya sekamarnya itu. My bad...Sou mengangkat bahu sambil nyengir dengan sedikit rasa bersalah.

"Yaha..maaf Hana-chan...kebiasaan" jawabnya sembari melihat kesibukan teman-temannya itu. Oh ya...ia juga harus segera merapihkan barang-barangnya. Sou berlutut di samping tas olah raga-nya dan mulai mengeluarkan beberapa lembar pakaian ketika mendengar suara grasak-grusuk dari luar kamar berlanjut kepada suara dentuman dan adegan akrobatik seorang siswi lain yang sukses mencium lantai kamar.

Quote :

"ada apa Rinne?!"

~Jadi...namanya Rinne... batin Sou sambil melihatnya penasaran. Sumpah ia merasa mengenal wajah itu. Sou bangkit dari duduknya, menghampiri Rinne dan siswi yang terjatuh.

"Ah...darah..." serunya kertika membantu gadis pemilik rambut coklat panjang itu. Baginya mimisan sudah sangat biasa. Cuaca terlalu panas ketika ia lari seringkali menyebabkan mimisan. Bahkan ketika fangirling pun ada kalanya ia mimisan. Tapi siapa tahu gadis ini tidak terbiasa.

"Tunggu!" Sou bergegas mengambil selembar handuk kecil dari dalam tasnya dan berlari kembali ke arah dan menyodorkannya ke Rinne, "Pakai ini...untuk sementara. Aku akan mencari es batu!"

"Dan kau...jangan berbaring...nanti darahnya terhirup" ujarnya pada Gururi dan berlalu dengan cepat keluar dari kamar.

[OUT]

Entah apa yang dipikirkan Gururi saat itu. Badannya sakit, hidungnya mimisan dan sepertinya kepalanya benjol. Darah sebanyak ini mungkin lebih dibutuhkan Palang Merah daripada mengalir sia-sia di lantai.

Tsukikage Rinne wrote:

"Kau tidak apa-apa... Oh."

Gururi sedikit kaget ketika sesuatu menyentuh pundaknya. Ternyata ada orang yang lihat. Malu juga.
Masih dalam keadaan terkapar, Gururi mencoba menoleh ke kiri. Lantai mengganjal pipinya.

"Ahu hidak aha-aha...". Uwaaah...tangannya putih dan kecil.

Matanya mendelik ke arah pemilik tangan tersebut.
Eh...rasanya pernah lihat....hee...dimana yaaa...AH.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHH!!!!! HINNEEE HII AHIS HILIIIIKKK!!!!!"

Teriaknya menggema di koridor asrama. Darah pun semakin mengalir deras dari hidungnya.

Mendekati si korban yang masih tergeletak di lantai dan dua penolongnya, Hana memeriksa keadaan. Benar saja gadis berkuncir dua itu hidungnya sudah mengeluarkan darah. Melihatnya membuat Hana meringis, 'Aduh pasti lumayan sakit', tapi untunglah ketika itu Sou dengan cekatan memberinya handuk dan segera lari keluar untuk mengambil es.

"Kubantu berdiri...", ia memegang tangan dan pundak Gururi dan membantunya untuk bangkit. Mata coklat itu memeriksa keadaan Gururi yang wajahnya masih terdapat noda darah. "Hmm, kurasa tidak apa-apa. Pembuluh darah hidungnya hanya pecah akibat benturan tadi", senyumnya ringan.

Oh bukan berarti ia ahli dalam kedokteran, hanya saja sepupunya tidak jarang pulang ke rumah dalam keadaan lebih parah. Jika tidak patah tangan, atau pun patah kaki. Plus dengan lumuran darah pada kepala. Hana tidak pernah berharap melihat orang lain dalam kondisi demikan, sialnya.... ia cukup berpengalaman menghadapi.

"Omong-omong..... kita berpikiran sama ya", ia tersenyum pada Gururi kembali sebelum melempar senyum itu pada Rinne yang ada di sampingnya. "Dia mirip artis cilik Rinne".

Oh ya ampun, dia tidak bertanya siapa nama gadis mimisan itu. Apakah penghuni asrama juga?

Quote :

"Hah? Apa? APA?! Oh, ya ampun, jangan teriak-teriak, sayang! Banyak sekali darahmu jadinya... ahahaha...."

Gururi terdiam...sakit sih. Tapi yang paling bikin speechless itu adalah seorang mantan artis cilik sedang menyodok-nyodok pipinya. ARTIS CILIK. Eh...tapi belum tentu juga, mungkin Gururi salah lihat akibat tadi tersandung kopernya sendiri. Dan benar saja, dahinya benjol.

Quote :

"Kubantu berdiri..."

Gururi terhenyak ketika seorang gadis berambut merah membantunya bangkit.

Eeh...siapa lagi ini? cantik ya, dadanya juga besar.

Quote :

"Omong-omong..... kita berpikiran sama ya","Dia mirip artis cilik Rinne"

EEEHHH??!!! JADI BENAR DIA RINNE SI ARTIS CILIK?! aaahh mimpi apa aku semalam? jatuh tepat mengenai lantai dan ditolong dua wanita cantik. Mungkin akan sangat beruntung jika mereka berdua teman sekamarnya. Eh, tunggu, tadi sepertinya ada seorang lagi, Gururi hanya mendengar suaranya. Bukan hantu kan?

Gururi meraba dahinya yang benjol. Oh, dia lupa memperkenalkan diri.

"Ah! Namaku Takizawa Gururi! Kelas 1-1! Semoga kita bisa berteman!"

Salam Gururi sambil menundukkan kepalanya. Gerakannya yang terlalu cepat membuat darahnya mengalir lagi. Tapi sepertinya gadis ini tidak menyadarinya.

[Sou is back]

Sou berlari dengan kecepatan penuh dari kamar hingga ke kantin dan kembali lagi ke kamar dengan membawa seember penuh es batu. Sebenarnya hanya perlu segelas memang, tapi kalau begitu kan kurang seru. Ia sudah terlanjur bercerita kepada bibi penjaga kantin kalau anak yang terjatuh di kamarnya mimisan dan luka parah. Sedikit memberikan bumbu ke dalam sebuah realita membosankan persis seperti opera sabun yang sering ditonton ibu Sou di rumah.

~ BRAK!!

Untung saja ia berhasil menahan laju badannya ketika sampai di depan pintu kamar. Yah..sedikit menabrak pintu sudah biasa bagi orang yang mudah berserk ketika berlari seperti dirinya.

"Bagaimana...keadannya...??" nafasnya tersengal, "Oh..sepertinya...aku...kurang latihan..." Sou lalu berdiam diri sejenak untuk mengatur kembali nafasnya yang memburu. Matanya memandang Rinne, Hanna, dan si gadis yang mimisannya masih belum berhenti. Handuk kecil yang ia berikan kepada Rinne sudah berlumuran darah.

"Ouch...sepertinya parah ya" Sou mengambil selembar handuk kecil lagi dari dalam tasnya, berharap semoga itu handuk terakhir yang digunakan karena ia hanya membawa empat lembar handuk kecil untuk latihan sprint hariannya, meletakkan beberapa bongkah es batu ditengahnya, kemudan membungkusnya kembali.

"Ini...letakkan di pangkal hidungmu" ujarnya kepada si gadis sembari menunjuk pangkal hidungnya sendiri, "Diamkan dan usahakan kepalamu tetap tegak"

"Memang mirip", Hana membalas ucapan Rinne dengan wajah polos. Loh kan dirinya tidak berkata apa-apa lagi. Apa Rinne selalu panik jika dikira artis cilik?. Gadis berambut merah ini tersenyum lebar, "walaupun bukan tetapi menarik kan bisa mirip sama artis".

Selama ini dia belum pernah berada di dunia showbitz, tidak hapal semua aktris atau aktor yang sering muncul di layar kaca. Tampaknya memang ada beberapa satu hingga dua orang mirip satu sama lain. Lagipula teorinya sejak dulu, rata-rata default wajah asia itu sama. Sulit dibedakan kecuali dia adalah keturunan asing atau blasteran. Tapi...... 'Hihihi. Rinne lucu deh..'

"Eh jadi kamu Takizawa Gururi?", ya ampun, ia kira penghuni kamar lain. "Masuk saja, obati lukanya di dalam", Hana memapah Gururi hingga tempat tidur bawah yang masih kosong. Melihat gadis berkuncir dua itu memperkenalkan diri dengan hiperaktif malah membuat darahnya kembali mengucur. Hana tersenyum meringis...

BRAK!!

Suara pintu yang terbuka cukup keras. Sou datang dengan nafas memburu. Menyerahkan seember es yang mungkin bisa dipakai untuk membuat es serut bagi penghuni kamar. "Kamu abis merampok es terus kabur lari-lari sampai sini?". Dua orang penghuni kamar yang hiperaktif. Wow, hebat. Ia bisa membayangkan bagaimana ramainya kamar ini setahun ke depan.

Hana yang melihat Sou mengobati Gururi memutuskan untuk kembali ke depan pintu. Benar saja, ia menemukan koper gadis mimisan itu. "Eh Rinne! Tisunya ada di atas meja belajarku, masih baru, dibuka saja!", Hana agak teriak sementara kedua tangannya sibuk menarik koper Gururi. Hana mengerjapkan mata, dibandingkan Rinne dan dirinya, barang bawaan Gururi dan Sou tidak terlalu banyak. 'Jadi isi koperku berlebihan ya? hahaha, baiklah'.

Dibawanya masuk koper tersebut dan diletakkan pada ujung tempat tidur. Gururi mungkin lupa pada bawaannya itu. "Apa ada lagi yang kau bawa? ini saja kan??".