Suara peluit berbunyi nyaring, dan para siswa yang berada di dekat si guru olahraga berkulit gelap itu mungkin harus menutup telinganya agar tidak pengang.
"Sudah kumpul semua? Cukup main-mainnya." Dia memberi isyarat pada para siswa untuk berkumpul mengelilingnya agar bisa mendengar penyuluhan yang ia berikan dengan jelas. Ah, dibanding penyuluhan, lebih tepatnya intruksi saja.
"Hari ini kita akan latihan untuk main voli. Seharusnya sudah pada bisa kan?"
Ada yang menjawab, ada yang tidak. Ada yang bilang 'ya' dan ada yang bilang 'tidak bisa'. Payah, anak muda jaman sekarang.
"Ya, main volinya baru akan minggu depan. Hari ini latihan pass dulu. Perhatikan baik-baik. Kamu, kemari." Ia menunjuk salah satu murid di depannya untuk maju. "Posisi tangan tidak boleh sembarangan saat sedang pass. Katupkan kedua tangan ke depan, seperti ini," Ia memberi contoh, "Lalu oper bola ke temanmu---begini."
Dan dengan gerakan cepat, Minoru mengoper bola voli itu ke anak tadi.
"Yaa, seharusnya sudah berkali-kali dipelajari. Barusan mengulang sedikit saja. Sekarang, cari pasangan, dan latihan pass dengan pasangan kalian untuk dua puluh menit ke depan. Mulai."
Dan suara nyaring peluit pun kembali membaha.
Sesuai intruksi, cari pasangan untuk latihan pass. Mau menentukan passnya berhasil/gagal pakai rand atau tidak terserah kalian.