Kenalan Yuk [Open for class 3-1]

12 Februari, sepulang sekolah

---

Ini hari keduanya di sekolah. Ikki masih bingung dengan beberapa hal tapi berusaha untuk menutupinya. Ia juga masih belum mendapatkan teman. Di sekolahnya yang lama, ia beberapa teman dekat. Rata-rata yang dulunya satu sekolah dengannya. Kalau sekarang, ia berada di tempat yang benar-benar asing tanpa kenal siapapun. Oke, dia bertemu beberapa wajah kemarin. Bukan berarti ia bisa menyebut mereka itu teman.

Ikki memijat keningnya. Pelajaran telah usai dan ia tak tahu mau kemana. Mengelilingi sekolah sudah ia lakukan kemarin. Ia tidak mau lagi mengelilingi sekolah yang amat sangat luas ini. Tidak, pokoknya tidak. Benar-benar melelahkan dan menghabiskan energi. Kembali ke asrama terlalu cepat begini juga bukan pilihan yang menarik. Masih banyak orang-orang di kelasnya. Ada kesempatan untuk menambah teman atau setidaknya berkenalan lebih dekat, bukan sekedar tahu nama dan wajah saja.

"Hei," Boleh kenalan?. Kalau tidak ditahan, ia sudah memukul dahinya atau tertawa geli apabila sampai mengucapkan dua patah kata terakhir itu. Benar-benar gak banget dan khas gigolo. Ikki paling tidak suka dengan prinsip SKSD, tapi kalau dia terlalu intovert juga tidak baik--tidak ada yang bisa dimanfaatkan. Lagipula, menyapa teman sekelas tidak termasuk kategori SKSD baginya, kok. Itu kan wajar.

Sekolah baru, sekolah baru.

Tidak ada yang aneh, tidak ada adegan di mana murid baru dianggap seperti alien. Mungkin semuanya sudah merasa wajar kalau tiba-tiba ada wajah super asing yang mungkin seminggu kemudian baru sadar kalau murid baru. Tapi itu bagus, Shige tidak begitu senang jadi pusat perhatian sih untuk hal-hal yang tidak dia rasa bisa dibanggakan.

Selesai pelajaran, dia tidak ingin mengelilingi sekolah, tidak penting dan belum butuh rasanya. Mungkin kembali ke asramanya akan jadi pilihan bagus, membuatnya berdiri dan tiba-tiba ada sapaan dari seseorang yang nampak tidak sehat.

Kulit pucat selalu dia asosiasikan dengan sakit.

"Ada apa?" Tanyanya pada sosok yang tidak dia ketahui namanya.

Baru sehari di sekolah ini, ia sudah bertemu dengan banyak wajah yang mirip orang asing. Ikki sendiri tidak begitu yakin apa mereka itu benar-benar blasetran atau hanya iseng mengecat rambut dan memakai lensa kontak. Ia agak kagok juga kalau bertemu yang blasteran atau orang asing betulan. Ikki jarang-jarang bertemu orang asing yang seumuran. Kalau diajak bicara yang non-formal, akan susah baginya. Kenalan orang tuanya yang biasa dia ajak ngobrol sudah berambut putih semua, dari segi tata bahasa jelas jauh berbeda.

Untungnya, orang yang ini membalasnya dengan bahasa ibunya. Ikki merasa tenang. Ia menimbang-nimbang ingin memberikan balasan yang seperti apa untuk pertanyaan pemuda ini. Ikki tidak mau langsung ke inti menanyakan namanya. Itu terlalu sksd. Lebih cepat, tapi lebih memalukan juga.

“Tempat yang menarik di sini apa?” ya, sepertinya ini pertanyaan yang netral-netral saja.

Sret. Sret. Sreeeet. Tek.

Sado, begitu orang-orang yang sudah kenal atau sekedar melihat namanya di daftar absen karena memiliki keharusan mengenal anggota kelas, mengangkat posisi punggungnya sedikit tegak. Dia hanya bisa mengulaskan senyum tipis untuk panggilan itu. Senyum tipis yang setiap kali menumpuk rasa lelah di dalam dirinya. Di dalam diri Keigo. Hei, Sado itu ada banyak. Kakak angkatnya yang maha sempurna juga sado namanya. Ah, tapi mengungkapkan panjang lebar begitu melelahkan. Jadi dia cukup tersenyum tipis dialamatkan sebagai seorang sado saja.

Ia memiringkan kepala beberapa derajat untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih jelas. Suara 'tek' ringan yang menandakan titik di akhir sesi menyalin ulang catatan seadanya, ngebut, mengikuti apa yang dibicarakan guru di depan tadi.

Hmm, terlihat lebih rapi sekarang.

Sudah boleh dia mengertakkan urat leher yang lelah. Memutar leher ke kanan lalu kiri. Pena terletakkan rapi di atas meja. Tidak akan lengkap tanpa hela napas lelah lega tentunya.

Sudah jam pulang. Yang bertugas piket membersihkan kelas saja sudah tidak menggosok dan menyapu di sana-sini. Samar dia bisa mendengar percakapan dari beberapa yang masih tinggal. Mereka mengobrol dengan santainya ya?

Tempat yang menarik?

"Way of Heaven di musim begini cukup indah. Sudah coba?" memutar setengah badannya ke arah yang bertanya dari posisi masih duduk nyaman. Senyum kok.

"Sado Keigo, kalau kau lupa." Yah, yang diajak bicara anak pindahan baru kan? Apa yang bisa diharapkan? Paling mengingatnya sebagai Sado saja sudah dibilang dia beruntung.

Salinan catatan sudah selesai. Bayangannya hari ini bisa langsung tidur siang sampai sore. Kelas tiga benar-benar melelahkan...

"Way of Heaven di musim begini cukup indah. Sudah coba?"

Ikki memperhatikan orang yang bertanya padanya. Dia tersenyum walau matanya berkata lain. Ikki tidak menyangka menemukan orang se... sejenis.. bukan, setipe. Ya, setipe dengannya. Jangan-jangan orang ini tipe iseng dan... punya cinta yang tak tersampaikan. Kalau iya, Ikki akan membukakan pintu persahabatan yang lebar-lebar.

"Itu dimana?" Ikki menggeleng sebelum mengucapkannya.

"Shimizu Ikki, kalau kau lupa juga." Ia berikan senyum yang diajarkan oleh ayahnya. Senyum polos yang kalau dilihat disisi lain malah terkesan meremehkan.

"Keigo saja, boleh?" tanyanya. Ia tahu Sado memiliki arti lain di negaranya ini. Hanya saja, berlama-lama di Wina dengan pergaulan yang seperti itu dan di sana Sado memiliki arti yang buruk membuatnya tidak enak sendiri. Gak, dia gak ada maskud sksd. Hanya gak enak saja.

Anak baru itu menggeleng. Astaga, pertanda buruk. Dia tahu ini pertanda buruk. Karena apa yang akan terucap dari anak itu berikutnya kira-kira adalah...

"Itu dimana?"

...yang seperti itu.

"Area belakang sekolah. Ada Clock Tower juga dekat Gereja," dia terkadang tidak tahu kenapa mulutnya suka menyusahkan dirinya sendiri. "Mau kuantar?" kenapa senyumnya seperti berkonspirasi untuk membuatnya melakukan hal melelahkan yang tak perlu? Tunggu, ralat, hal macam ini perlu. Keliling sekolah mengantar anak baru. Bukankah tidak banyak yang mau susah-susah melakukan ini menghitung ini sekola isinya lelaki semua?

Lain kalau anak barunya cewek manis berambut panjang dengan senyuman cantik. Yang mana itu adalah mimpi di dalam mimpi kalau di sini. Shimizu Ikki ya? Dari namanya pun tak ada unsur ceweknya. Keigo harus menahan diri untuk tidak menghela napas pasrah.

Shiroi oh Shiroi. Tidak adakah satu cewek saja yang ingin mewujudkan mimpi mengejar cowok kesukaan mereka dengan menyamar jadi murid baru atau apa?

"Keigo saja, boleh?"

Hm?

"Kalau kau sendiri nyaman begitu, Shimizu-kun. Tidak masalah," menanggapi senyuman polos anak ini, senyuman menular di pihaknya.

Ah, siapa yang tahu senyumannya kali ini ditahannya tidak terlalu lebar. Ada yang tidak memanggilnya Sado, sih.

Kalem Keigo, kalem~

Clock Tower, gereja, apalagi itu? Ikki benar-benar tidak tahu ada begitu banyak tempat di sekolah ini. Ya, dari awal ia tahu kalau sekolah ini sangat luas. Tapi ia hanya berpikir isinya kelas-kelas dan asrama dengan ukuran tiap ruangannya yang terlalu berlebihan. Ternyata salah.

"Boleh saja," Ikki sih tidak mau menolak. Kapan lagi ada orang yang mau menawarinya bantuan gatisan seperti ini. Tunggu... gratis kan?

"Di sini tidak disediakan peta, ya?" hanya bertanya-tanya. Kalau ada, ia lebih baik pergi sendiri.

Ikki daritadi hanya was-was. Orang di depannya in terus tersenyum. Pertama, walau Ikki juga suka begitu itu tidak selama yang dilakukan orang ini. Memangnya pipinya tidak pegal senyum-senyum terus. Kedua, karena ia terbiasa tersenyum seperti itu untuk menutupi sesuatu, Ikki jadi merasa was-was kalau-kalau orang ini akan mengerjainya.

Dirinya sendiri sih masih tetap setia dengan janjinya. Berbuat baik di hari-hari pertama sekolah. Ada banyak keuntungan kalau ia melakukan hal itu. Pertama, dia akan dicap sebagai anak baru yang baik dan dengan mudah diterima. Kedua, ia mendapatkan teman yang bisa diperalat (kasarnya begitu). Ketiga, guru-guru tidak akan terlalu memperhatikannya. Kalau ia sudah menunjukan sikap pemberontak atau muka dua diawal-awal, selanjutnya tidak akan menarik.

Untungnya orang ini tidak berpikir kalau Ikki kurang ajar. Tidak memanggil marganya dann tidak memakai akhiran. Ikki terlalu malas untuk yang begitu-begitu. Kelamaan di Wina, itu salah satu alasannya. Sebelum ke Wina dia juga sudah begitu. Ia hanya ssopan ke seseorang kalau ada maunya dan memang terpaksa.

Inginnya sih kki bilang untuk tidak usah senyam-senyum begitu. Ah, biarlah... tidak penting juga.

Shrug.

Maaf, tapi pada kenyataannya, Shige sama sekali tidak tahu tempat yang menarik di sekitar sini--jadi dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Sepertinya gestur itu sudah sangat jelas. Anak barukah sampai harus kenal-kenal begitu? Ada sesi kenalan juga.

Hmph--rasanya tidak begitu menarik ya. Mungkin dia akan kembali ke asramanya dan langsung online daripada harus buang-buang waktu di tempat yang menurutnya tidak menarik. Contoh tidak menarik? Kelasnya, hanya ada anak-anak yang berusaha berbaik hati satu sama lain.

Mungkin memang baik, Shige; bukan sepertimu yang bahkan tidak mau mengingat nama orang lain. Tapi dia memang tidak bisa ingat, mau apalagi?

---

*gyaaa, maaf anaknya nyebelin dan saya baru repp sekarang orz ga usah ajak interaksi aja dia lagi, anggep udah musnah #heh*

"Boleh saja,"

Tidak ada ucapan terima kasih di situ. Tidak marah, Keigo? Satu pemikiran yang dengan segera ditenggelamkannya ke tempat asal darimana munculnya tadi. Marah itu merepotkan, menguras energi pula. Trus hanya karena hal sepele macam anak baru yang akan diantarkannya keliling sekolah lupa berterima kasih. Konyol ah.

"Baiklah. Mau jam berapa?" suaranya tidak terlalu antusias. Bukan malas, memang gayanya begini. Kalau malas, sudah dia tinggal melengos sekalian saja tadi. Dia benci repot, tapi tidak benci repot yang ada gunanya. Misalnya menambah poin plus dirinya sebagai 'anak baik'.

Hngh, harusnya setelah ini tidak perlu ada basa-basi lagi. Perutnya mulai bergejolak perih minta diisi. Kalau bisa langsung berangkat saja keliling sekalian comot sesuatu dari kantin sekolah saat lewat nanti.

"Kau lapar tidak?" sinyal-sinyal darinya untuk mengatakan: ayo makan dulu.

Peta?

Keigo tidak langsung menjawab. bola matanya berputar, mencoba mengaduk ingatannya. Yang mana tidak terlalu efektif di saat dia mulai lapar begini. Akhirnya hanya mengangkat bahu. "Entahlah." Tidak mau ambil resiko asal menjawab, kalau tidak benar-benar yakin.

Ia mulai memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Berdiri dari bangkunya. sinyal halus lagi bahwa dia sudah siap berangkat. mengobrolnya sambil jalan saja kalau bisa, ya?

Sepertinya tidak ada bayaran. Gratis, great. Ikki tidak mau buang-buang uang hanya untuk diantarkan berkeliling sekolah. Pelit? Bodo. Yang penting ia bisa menghemat uangnya dan memberikan hadiah pada Yuuki tiap bulannya. Kalau tidak setiap bulan, paling dua bulan sekali. Belum lagi jarak sekolah mereka tidak begitu jauh. Masih satu distrik ini. Tandanya tiap Minggu Ikki bisa pura-pura kebetulan bertemu dengan Yuuki lalu mengajaknya menghabiskan akhir pekan bersama.

Ide bagus.

Senyum lagi, senyum lagi. Kali ini bukan karena ucapan lelaki di hadapannya, melainkan ide cemerlangnya. Semoga dewi fortuna merestui idenya itu.

"Oh, sekarang juga boleh."

Mejanya sudah bersih, barang-barangnya sudah masuk ke dalam tasnya. Ikki bukanlah tipikal laki-laki yang berantakan. Oke, untuk hal penampilan rambutnya memang acak-acakan kalau dilepas kunsirannya. Ia menjadi serba rapih begini juga karena Yuuki. Kalau Yuuki suka yang berantakan, maka Ikki akan menjadi pribadi yang acak-acakan. Sikapnya bergaantung pada ucapan gadis itu. Saat Gadis itu tidak membutuhkannya, Ikki tidak tahu akan manjadi apa. Kehilangan karakter? Iya. Jafi labil? sudah dari sananya.

"Oh, boleh. Setelahnya saja kalau begitu."

Ikki menerima ajakan makan. Paling-paing ia hanya minum air putih. Ia sedang tidak ingin makan dan memang tidak rakus seperti adik sepupunya. Ikki masih tidak bisa mempercayainya. Gadis itu porsinya tinggi, belum lagi susu dan makanan-makanan manis. Hebatnya tidak gendut-gendut dan belum terdeteksi memiliki penyakit aneh-aneh ditubuhnya.

Ikki berdiri dan mengambil tasnya. Laki-laki yang berkuncir tadi tidak bersuara. Ajak saja? Mungkin ide yang bagus.

"Mau ikut?" tawarnya sebelum pergi bersama Keigo.

Kalau tidak mau, ya tinggal saja.

---

Setelah ini pada post sekali ya, baru tutup. Mumpung SG masih keliatan.

Anak baru ini jenis manusia ceria. Atau yang dikiranya begitu karena bisa senyum-senyum sendiri. Ah dia tidak keberatan anak ini mau senyum-senyum atau koprol 3x keliling gereja. Yang lebih dia pedulikan adalah--

"Oh, boleh. Setelahnya saja kalau begitu."

--jawaban untuk ajakan makannya yang itu. Minta ditraktir? Na'ah, dia justru yang akan mentraktir anak ini. Karena dia adalah seorang Sado. Seorang Sado adalah 'anak baik'. Harus begitu.

"Bagus. Kutraktir sekalian kau icip-icip makanan kantin sini," jawabannya sudah jelas akan begini. Dan kalau si anak baru bernama Shimizu Ikki ini komentar macam-macam pada porsi makannya yang bisa menghabiskan makanan semeja sendirian, dia tidak keberatan menjejalkan garpu salad buah ke mulut anak ini secara 'tidak sengaja'.

Hanya kalau sih.

Dia dan Shimizu sudah sama-sama berdiri, siap berangkat keliling sekolah sekalian makan. Langkahnya keluar dari bangku terhenti saat Shimizu mengajak Isaragami yang sedari tadi nampak tidak terlalu antusias dengan ide berkeliling sekolah.

"Kalau kau ikut, kutraktir juga," nadanya tidak membujuk, hanya nada biasa saja. Satu pernyataan bahwa dia tak akan membedakan jadi anak itu sebaiknya jangan berpikir lama-lama karena dia sudah lapar.

Jadi pergi bertiga?