New Canvas [open]

waktu : hari kerja, pasca jam pulang sekolah.

Meski sekolah ini terbagi jadi dua side---ralat, tiga---yaitu kelompok siswa yang lebih berminat dengan seni, kelompok yang lebih berminat dengan kegiatan olah tubuh, dan kelompok yang tidak tergabung dalam dua kelompok sebelumnya; meski secara spesifik Taiga mengkhususkan diri ke jalur seni, nyatanya Ruang Kesenian begini malah jarang dipakai. Tentu saja keadaan tersebut ada nilai positifnya, Taiga jadi tidak perlu segan memonopoli satu ruangan itu sendirian.

Bau terpentin yang pekat menguar dalam ruangan tersebut, entah mengapa membuat Taiga tenang.

Masih ada tiga jam sebelum jam makan malam asrama, pikir Taiga sambil menatap buku sketsa di hadapannya. Pensil tergenggam di tangan kanan, tapi pemuda itu belum bisa memutuskan imaji apa yang akan tertoreh disana. Pemandangan tempat tinggalnya dulu di Pulau Sumatera--Hutan hujan tropis yang hijau terus sepanjang tahun? Jalan berliku-liku dengan ngarai dan danau purba? Rumah semi permanen yang ditempati Haha dan Chichi setiap kali mereka tinggal berpindah-pindah? Terlalu banyak imaji saling tumpuk, berlomba-lomba minta digambar lebih dulu.

Dekat lemari perlengkapan, bertumpuk kanvas kosong yang disenderkan ke dinding, mungkin properti klub seni lukis di sekolah ini, atau material untuk persiapan mengajar.

Terdengar sayup suara riuh dari lapangan outdoor Shiroi Gakuin. Angin sore yang menyusup dari balik jendela yang setengah terbuka membuat Taiga terkantuk-kantuk.

'Bosan' Itulah yang dirasakan Yoh, Biasaya Yoh mengganggu atau merebut es krim Shou tetapi kali ini Shou menghilang dan Yoh tidak bisa menemukannya.

Dengan langkah gontai Yoh melewati lorong studio, sekilas Yoh melihat sosok yang berjalan didalam art studio. oh sangat langka sekali ada orang diruangan itu.

Yoh mendekati art studio dan sedikit mengintip ruangan itu. Dilihatnya seorang anak yume yang sepertinya akan melukis. Ya..walaupun Yoh tidak tahu lelaki itu ingin melukis atau tidak, yang terpenting bagi Yoh adalah melihatnya lebih dekat. Bagi Yoh melukis itu menyenangkan, tetapi buktinya Yoh lebih menyukai memperhatikan orang yang melukis dari pada melukis. Dengan perlahan Yoh masuk dan menarik kursi yang didekatnya menuju pojok ruangan dekat jendela dan agak jauh dari lelaki yume itu.

Yoh tahu lelaki itu mulai mengantuk.

"Hei kawan! sadarlah, kau ingin melukis kan? Aku hanya ingin melihatmu melukis. Tapi kalau aku menggangu, silahkan usir saja." Ucap Yoh tanpa jeda dan langsung menduduki kursinya, senyum ramah Yoh terkembang tetapi Yoh langsung memalingkan wajahnya menuju jendela disampingnya. Yoh berharap lelaki yume itu memperbolehkannya, ya..kalu tidak boleh ,tinggal pura-pura melompat saja dari jendela. Tiba-tiba senyum ramahnya berubah jadi senyum licik. Ayolah...melukis~

Suara tersebut menyadarkan Taiga dari kantuknya. Mata pemuda itu mengarah ke asal suara, dimana seorang pemuda kurus jangkung berambut biru yang mendadak sudah duduk di kursi dekat jendela. Alis Taiga bertaut, sedikit bingung dengan perkataan si jangkung biru tersebut, tapi berusaha tidak mempermasalahkannya. Ban seragamnya yang berwarna merah memperlihatkan bahwa si biru satu side dengannya. Sesama anak yume juga. Bukankah banyak calon seniman yang nyeleneh? Pemuda berambut biru masih tersenyum dengan tidak acuh. Taiga membalas, "Kalau diawasi begitu aku malah segan melanjutkan."

Taiga tersenyum.

Wah anak yume itu menolak, padahal Yoh tidak berniat buruk. Apa karena tampang Yoh yang lumayan licik?.

Yoh menarik napas sejenak, Yoh tidak mungkin berpura-pura melompat. Yoh hanya ingin melihat anak yume itu melukis, bukannya mencari masalah dengan teman sidenya itu. Apalagi kalau sampai berkelahi, Yoh tidak pandai dalam pukul memukul. Yoh hanya bisa judo atau banting membanting atau tentang menendang..eh..lumayan juga sih kalau untuk berkelahi, tapi masalahnya Yoh tidak banyak memiliki enegi lebih seperti anak-anak yang lain. mungkin sekali dua kali pukulan sudah membuat Yoh tidak sadar, oh.. sungguh payahnya Yoh.

Dengen cepat Yoh keluarkan kepalanya kejendela untuk menghirup beberapa udara segar..ya kalau ada udara segarnya.

"Hemm.. oke, aku tidak akan mengawasimu dan melihat kau melukis. tapi biarkan aku disini untuk melihat hasil lukisanmu." Ucap Yoh pasrah dan masih dengan kepala diluar.

Masih dengan kepala yang dikeluarkan, Yoh menatap pepohonan yang ada diluar dan itu membuat Yoh lapar. Yoh sangat menyukai sayuran, lebih tepatnya apapun yang berwarna hijau mau sayuran atau daun biasa. Melihat pohon membuatnya sangat lapar.

Yoh memegang perutnya dan dengan cepat Yoh mengambil bungkusan sushinori yang ada ditasnya. Tanpa merasa aneh Yoh mengunyah sushinori itu dan meneruskan acara melihat pohon-pohonya.

"Salam kenal, aku Yoh. Sepertinya lukisanmu bagus. Oh ya, aku lebih suka melihat lukisan dari pada melukis. maaaf kalau terganggu" Ujar Yoh tanpa basa basi plus asal tebak dan aksen Yoh agak menyeret. Ya itulah Yoh.. Yoh tahu, perkataanya benar-benar tak penting. Tetapi memberitahukan alasannya ada disini bukanlah kesalahan besar. Ya.. sejujurnya Yoh benar-benar penasaran dengan lukisan lelaki tan itu, sepertinya akan menarik.

Spoiler:

Mau tidak mau, Taiga tertawa. Terdengar ganjil saja, kenapa yume berambut biru itu penasaran sekali melihat hasil sketsanya. Apa dia sedang mengukur kemampuan gambar Taiga dibandingkan dengannya? Kenapa harus Taiga, kalau begitu? Ada banyak anak Yume lain di luar sana dan Taiga yakin mereka lebih jago dibanding dirinya. "Kamu aneh sekali---Yoh." Taiga menatap anak lelaki yang sedang mengunyah sushinori tersebut, "bahkan kalau kamu Noel-sensei pun belum tentu akan kukasih lihat hasil gambarku." Taiga sengaja menyebut nama guru seni mereka. "Tapi, karena aku sedang baik hati---boleh aku tahu apa hewan kesukaanmu?"

Pensilnya siap menggores garis-garis bantu, Taiga menunggu jawaban si rambut biru. "Ngomong-ngomong, namaku Watanabe."

Spoiler:

======
Yoh sedikit membuka lebar matanya, agak senang juga Yoh mendengar jawaban teman satu sidenya itu . Kalau dibilang aneh, ya.. Yoh bukan aneh tapi sedikit abnormal. Yoh berpikir betapa sunyi ruangan ini. Ingin Yoh membuat kributan. Tetapi demi lukisan teman satu sidenya itu, Yoh menghentikan ide buruknya itu.

Quote :

"Tapi, karena aku sedang baik hati---boleh aku tahu apa hewan kesukaanmu?"

Yoh jarang mempunyai teman. Ketika teman satu sidenya itu bilang 'karena aku sedang baik hati', tanpa sadar Yoh mengaggukan kepalanya. Tapi memang baik hati, buktinya Yoh diperbolehkan untuk melihat lukisannya. Biasanya orang yang ditemui Yoh berakhir dengan pertengaran sengit, tetapi baru kali ini Yoh bisa dengan tenang berbincang-bincang tanpa ada perkelahian.

Dia bilang hewan kesukaan? Yoh agak bingung juga, Yoh kurang tertarik dengan hewan. Yoh sdikit berpikir, dipikiran Yoh hanya ada dedaunan yang ia idam-idamkan. Ingin Yoh menolak menjawabnya, tapi apabila tidak dijawab...Yoh takut temannya itu tidak jadi melukis dan impian Yoh hancur.

Sekarang Yoh hanya membayangan pohon-pohon yang ada digunung dan tiba-tiba datang seekor kambing besar dan gagah...Mau apa kambing itu di surgaku?. Dengan wajah seramnya kambing itu memakan rumpu-rumput digunung itu dengan brutal....Oh no....Rumputku.

"Kambing gunung!!!" Teriak Yoh agak terkejut, ini sebenarnya sangat tidak penting. Tetapi bagi Yoh kehilangan dedaunan di pikiranya saja sudah menyakitkan jiwanya.

Oh ya tadi teman sidenya itu bilang namanya 'Watanabe' Oh..itu kan nama keluarganya..oke tak papa, asalkan Yoh bisa berteman baik dengannya.

"Hemm mau dipanggil apa...Abe-chan..abe-nyan..Abe-kun?." Ucap Yoh dengan candaanya.

"Ehhh Aku becanda, salam kenal watanabe-kun.Aku senang kau membolehkanku melihat lukisanmu". Lanjut Yoh tanpa jeda dari lontaran leluconnya tadi.

Yoh teruskan melihat pemandangan luar jendela, hingga setengah tubuhnya juga ikut di keluarkan seperti ingin meloncat. Yoh nikmati angin yang menghembus wajahnya sembari menunggu lukisan watanabe temannya itu. hemm..watanabe baik juga ya. Senyumnya terkembang.

Kambing gunung?

Refleks Taiga menggali memorinya, mencari imaji yang dimohon Yoh. Sosok herbivora dengan tanduk besar melingkar dan kaki kuat yang memungkinkan hean tersebut meloncat dari karang ke karang muncul ke permukaan.

Agak terkejut juga dia, tidak menyangka nama 'kambing gunung' lah yang disebut diantara sekian banyak pilihan satwa lain. Anjing, kucing, kura-kura, burung... Taiga pikir Yoh akan menjawab salah satu dari hewan-hewan domestik barusan. Anjing saja rasnya ada ratusan, kan. Tapi tidak disangka pemuda berambut biru menyebut kambing gunung. "Kenapa kambing gunung?" Taiga iseng bertanya, sementara tangannya mulai bekerja--mengulur waktu sebelum sketsanya selesai.




OOT : nggak apa-apa, santai saja

Yoh sedikit terkejut ketika ditanyai 'kenapa kambing gunung?'. Yoh kerutkan alisnya, Kenapa? Apakah kau tidak bisa membayangkan betapa gilanya kambing gunung itu? Kambing gunung itu licik sekali.

Tanpa bersalah kambing gunung itu memakan rumput tanpa izin dengan Yoh!. ya...tidak mungkin kambing bisa minta izin, dasar Yoh...tidak masuk akal. Yoh mulai memiringkan duduknya dan menghadap temannya watanabe, ketika dipikir-pikir kambing gunung tidak terlalu buruk juga. Buktinya kambing gunung tidak mau memakan temannya sendiri, tidak seperti kucing yang bisa saja memakan anaknya sendiri. ya..walaupun kambing gunung terlihat kejam, tapi Yoh yakin kambing gunung tidak sekejam tampangnya.

"Sepertinya nasib kambing gunung, sama sepertiku. Kambing makan daun..aku juga makan daun..dia sedikit licik dan aku..ya lumayan liciklah, dan sepertinya kambing gunung baik deh." Yoh sedikit tertawa dan mengunyah sushinorinya.

"Watanabe-kun, kamu suka hewan apa?" Yoh jadi penasaran, Kalau dilihat dari wajahnya..Watanabe sedikit ganas..eh ternyata dia baik sekali. Yoh meggeser posisi duduknya lagi menuju jendela dan meneruskan acara memakan sushinorinya.

"Hmm... aku suka harimau," jawab Taiga tidak acuh karena segenap konsentrasinya kini tercurah pada buku sketsa. Lantas, seakan tersadar dari sesuatu yang mahapenting, Taiga bertanya lagi, "Oh. Aku lupa nanya, kamu kelas berapa Yoh? Dan Yoh itu nama keluargamu atau nama kecilmu? Aku jarang melihatmu di asrama Yume atau kelas."

Yah, siapa tahu lain kali papasan di koridor kelas, atau butuh buku jadi bisa minta tolong saling pinjam--makanya Taiga butuh info basic macam barusan.

eh suka harimau? Melihat harimau sungguhan saja Yoh tidak pernah. Yoh jadi semakin penasaran dengan watanabe. Yoh sedikit terkejut, jarang sekali ada yang ingin menanyakan kelas, asrama dan lebih kagetnya lagi menanyakan nama keluarga.

Karena Yoh sudah menganggap watanabe itu temannya, Yoh akan menjawabnya dengan senang hati. Bahkan apabila watanabe tiba-tiba memukulnya, Yoh tak akan marah.

"Harimau makan kambing ya?" Tiba-tiba Yoh melontaran pertanyaan basa-basinya sebelum menjawab pertanyaan watanabe. Yoh yakin selama dua tahun di Shiroi Gakuen tidak pernah melihat Watanabe dikelas atau asrama. Berarti Watanabe itu kalau tidak kelas satu..ya kelas tiga.

"Aku kelas 2, pasti watanabe-kun kelas 1 atau kelas 3 ya? Oh ya 'Yoh' itu nama kecilku 'Tokugawa' baru nama keluargaku..panggil saja aku Yoh tak usah formal-formal kepadaku. Toh..Aku juga bukan asli jepang kok, 'Watanabe' itu nama keluargamu kan..nama kecilmu apa?." Yoh tatap watanabe yang sedang serius berkonsentrasi membuat sketsanya. Yoh agak senang juga, walaupun Watanabe awalnya melarang mengawasi ketika melukis..Tapi anehnya sekarang Watanabe tenang-tenang saja. Apa karena Watanabe sekarang sangat berkosentrasi?, Yasudahlah..Yoh palingkan wajahnya kearah jendela lagi, Yoh kuatir.. karena Yoh menatap Watanabe terus-menerus nanti Watanabe malah menghentikan acara melukisnya.

Tiba-tiba Yoh berencana mengajak Watanabe untuk main. ya kalau dia mau.

Taiga tertegun, seakan baru sadar kebenaran celetukan yang barusan tercetus dari mulut Yoh. Ditatapnya pemuda jangkung dengan rambut biru tersebut, alisnya bertaut. "Oh, iya ya? Harimau makan kambing ya?" lantas Taiga tertawa lagi. "Tapi aku rasa kamu aman Yoh, dibanding populasi kambing gunung, harimau lebih sedikit jumlahnya di seluruh dunia." Seperti kata kakak sepupunya, Shun-nii yang pintar, tiga dari delapan sub-spesies diantaranya sudah punah, dua diantaranya adalah harimau asli Indonesia--harimau Jawa dan Bali. Harimau endemik Indonesia yang tersisa, harimau sumatera, jumlahnya tinggal sekian ratus saja di habitat aslinya.

Jawaban Yoh terkait soal kelas berapa dia membuat Taiga tertegun lagi. Kelas 2? Senpai? Wah berarti barusan Taiga bersikap kurang ajar padanya--tapi kan dia sendiri yang minta dipanggil dengan sebutan Yoh, bukan Tokugawa--Taiga cepat-cepat menelan kembali perasaan tidak enak karena salah menyebut nama. Egonya selalu lebih besar, Taiga sulit menerima kesalahan, apalagi kalau kesalahan tersebut asalnya dari dirinya sendiri. "....panggil saja aku Yoh tak usah formal-formal kepadaku. Toh..Aku juga bukan asli jepang kok,"

Tuh 'kan? Orang aslinya sendiri tidak keberatan.

Taiga menambah arsiran pada sketsanya. Oh, bukan asli Jepang? Gaijin? Pantas jangkung sekali.

"...nama kecilmu apa?" Terbersit rasa jahil ingin mengerjai senpainya yang berambut biru ini. Bagaimana kalau dia mengaku-ngaku bernama Shunryu saja? Meminjam nama kakak sepupunya. 'Watanabe Shunryu'... toh bukan nama yang jelek. Tapi mereka sekolah di SMA yang sama dan satu asrama pula, kalau di cek di daftar nama murid pasti langsung ketahuan. Taiga urung menipu.

"Nama kecilku Taiga, aku kelas 1, senpai."

Pip! Terdengar suara telepon genggamnya berbunyi. Taiga menghentikan kegiatannya mengarsir, merogoh kantong celananya dan memastikan pesan apa yang masuk ke dalam alat komunikasinya tersebut.


Pesan pendek dari Shun-nii. Taiga mengartikan pesan singkat tersebut sebagai ajakan pulang. Taiga melepas lembar sketsa yang tengah dikerjakannya. Belum betul-betul selesai, tapi cukuplah. Mudah-mudahan.

"Yoh-senpai, sepertinya aku harus segera kembali ke asrama. Ini," Taiga menyodorkan lembar sketsa yang barusan direnggutnya dari buku sketsa, "Tidak begitu rapi, tapi mudah-mudahan Yoh-senpai mau menerima. Sebagai salam perkenalan."