First Encounter (Invited)

Jam Istirahat : pukul 11

Hawa gerah membakar halaman sekolah ketika bocah ini berjalan menerabas kerumunan siswa-siswa yang tengah bergerombol di lorong. Kedua tangannya memegang setumpuk buku tugas siswa yang baru saja dikumpulkan. Dia harus membawanya ke perpustakaan. Sesekali tubuhnya limbung, badannya terdorong oleh siswa yang lebih tinggi dari dirinya. Beberapa kali juga dia harus berhenti untuk menyeimbangkan posisi tumpukan bukunya agar tak jatuh berserakan.

Hawa dingin perpustakaan sekolah menyerbu kulitnya ketika dia masuk ke ruangan itu. Entah karena AC yang jauh jaraknya, ataukah karena dinding-dinding beton tebalnya yang membuat udara sejuk terperangkap dalam ruangan luas tersebut. Kepalanya bergerak, mencari penjaga perpustakaan untuk dititipi tumpukan buku tersebut. Ke mana penjaga perpusnya? Mungkin keluar makan siang?

Dia memutuskan untuk menaruh bawaannya yang tak ringan itu di suatu tempat sambil menunggu penjaga perpustakaan datang. Jika sampai jam istirahat berakhir, orang yang ditunggu tak datang, dia akan meninggalkannya di meja si penjaga. Zashiki tak keberatan berlama-lama di perpustakaan. Itu tempat favoritnya, gudang pengetahuannya, mata jendela dunianya. Kakinya melangkah menuju tempat duduk terdekat dari meja penjaga, letaknya tak jauh dari pintu masuk. Tempat favoritnya biasanya ada di meja paling belakang, dekat rak-rak tinggi dan paling tidak disinari cahaya matahari karena hampir tak ada orang yang datang ke sana. Tapi untuk hari ini tak apalah.

Tiba-tiba saja, kakinya saling membelit satu sama lain. Perhatiannya terelakkan, tubuhnya limbung dan jatuh berdebam dengan suara keras. Ack! Buku-bukunya beterbangan dan terserak di hadapannya. Kacamatanya jatuh, melayang entah ke mana.

"Argh...!"

Perpustakaan sudah jadi tempat favorit Ko dari hari-hari pertama ia masuk sekolah ini. Bukan karena buku-bukunya. Baginya, deretan buku-buku yang berjejer di rak persputakaan ini tidak lebih dari sekedar pajangan belaka. Ko tidak tahan membaca buku. Pikirannya suka kemana-mana dan badannya tidak tahan berdiam lama-lama. lantas buat apa dia sini? Ko menyukai Angin sejuk perpustakaan yang mengelus-elus punggungnya, terutama suasana hening perpustakaan yang kalau ada jarum jatuh saja bisa terdengar. Sungguh tempat sempurna untuk beristirahat. Ya, kalau ke perpus tujuan Ko cuma untuk tidur, itu saja. Kadang suara-suara seperti gesekan dan decitan yang berulang-ulang menjadi sangat sensitif ditelinganya bahkan bisa sampai membuatnya menggertakan gigi dan mengharapkan penutup telinga. Seperti suara pintu yang berkali-kali dibuka-tutup oleh orang lewat, suara murid-murid yang mengobrol, atau gesekan dari langkah kaki yang lalu lalang yang membanjiri kelas dan tempat lainnya setiap jam istirahat. Namun dia tidak selalu membenci kebisingan, kadang dia menyukainya dan jika terlalu sunyi, dia tidak bisa tidur.

Kepalanya terbenam diantara kedua tangannya yang berada diatas meja paling belakang. Saat ini kepalanya bisa disandingkan dengan bom aktif yang kalau digetarkan sedikit saja bisa meledak. Pas sekali, suara gaduh barang-barang jatuh menjadi getaran yang ampuh untuk kepalanya yang sensitif. memukul-mukul kepalanya seperti palu. Marah, Ko bangkit dari meja lalu menggeram seperti beruang yang diganggu hibernasinya. Dia melihat sosok yang lebih pendek darinya, berseragam Mirai, rambutnya acak-acakan, dan di sekitarnya ada buku-buku berserakan. Ketika Ko berjalan mendekatinya, ia mendengar bunyi patahan dari kakinya yang menginjak sesuatu. Sebuah kacamata. Ko mengambilnya dari lantai. Tangkai kacamatanya patah dan kacanya sedikit retak. Dia menatap anak itu. Kacamata itu pasti miliknya. Ko menghampirinya lalu melayang-layangkan kacamata itu di depan wajahnya dengan kedua jarinya, layaknya menggoda kucing dengan ikan. "Oi, punyamu ya?"

Matanya minus...sekian, yang pasti ketika kacamata terlepas dari hidungnya, yang bisa dilihatnya hanyalah semburat sulur-sulur yang bergerak-gerak. Dia hanya bisa membedakan warna benda di depannya tanpa bisa melihat jelas bentuknya. Sosok manusia seperti layaknya hantu dalam film Ghibli; Spirited Away, jadi jika suatu saat Zashiki bertemu hantu betulan, mungkin dia tak akan kaget.

Tangannya meraba-raba di sekitaran lantai. Buku-bukunya jelas tersebar, warna lembaran kertas putih menutupi lantai yang berwarna gelap. Dia memprioritaskan mencari kacamatanya dulu. Itu hidupnya. Sebenarnya sudah beberapa kali dia disarankan untuk mengganti kacamata dengan kontak lens. Selain lebih praktis juga stylish. Tapi Zashiki lebih mencintai kacamata tuanya. Benda itu sudah melekat di atas hidungnya sejak SD dan sudah berkali-kali bertukar lensa karena minusnya yang terus bertambah.

Dari arah samping, ia mendengar ada seseorang mendekatinya. Kepalanya menoleh, berharap orang tersebut bakalan membantunya mencarikan kacamata, minimal membantunya membereskan buku-buku ini sebelum jam istirahat selesai. Suara 'krak' halus membuat punggungnya dingin. Jangan-jangan...

Quote :

"Oi, punyamu ya?"

Ada sesuatu yang diayun-ayunkan di depannya. Mungkin kacamatanya. Alisnya berkerut, mengumpat dalam diam.

"Iya," ujarnya sambil mencoba menangkap kacamata itu. Lolos.

"Eit...." Ko menarik tangannya menghindari tangkapan orang itu. Dia menggigit bibirnya sendiri , sementara nafasnya menyembur keluar lewat hidung. Kocak, rasanya seperti bermain tangkap-tangkapan dengan kucing. Yang lebih lucu lagi, percuma juga kalau memang tertangkap, toh kacamatanya sudah rusak. Tapi Ko belum puas. Lagipula ini semua karena orang itu sudah mengganggu tidurnya. Ko melakukannya lagi sampai 3 kali dengan diselingi tawa cekikikan. Sembari mencari ide menarik lainnya yang bisa ia gunakan untuk mengusili anak ini.

Sontak perutnya berbunyi. Dia belum sarapan dari tadi pagi. Tapi uang bulan ini sudah dia habiskan dengan membeli berlusin-lusin flan kemasan hanya untuk memenuhi kulkasnya, dengan alasan karena rasa penasaran saja. Stok flan itu cukup untuk berbulan-bulan, tapi hebatnya sudah habis hanya dalam seminggu. Ko punya kebiasaan buruk membelanjakan uangnya sembarangan secara impulsif. Tiba-tiba saja ingin beli ini itu, sama seperti ibu hamil yang sedang ngidam, tiba-tiba pingin makan ini itu. Kebetulan, mungkin anak ini punya uang?

"Kamu mau kacamata ini kembali?" Tanyanya seraya menggoyang-goyangkan kacamatanya kembali didepan anak itu

Zashiki bisa mendengar dengus tawa dari si pengganggu itu. Dahinya mengerut, sadar kalau sedang dikerjai. Ia berusaha menyambar kacamatanya lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan semua usahanya gagal karena si brengsek ini, entah siapa dia, justru malah semakin menjauhkan kacamatanya itu darinya. Sialaaaannn... semoga ada kamaitachi datang ke kamarmu hari ini dan memotong kaki-kakimu!

Quote :

"Kamu mau kacamata ini kembali?"

Pemuda keriting itu menggigit bibir. Ya jelas, lah! Sudah jelas dari tadi dia menggapai-gapai kacamatanya, kenapa masih ditanyai lagi? Ia mengulurkan tangan, kali ini tidak berusaha merebut kembali kacamatanya. Telapak tangannya terbuka.

"Iya. Tolong kembalikan," ujarnya berusaha sopan. Emosinya ditahan.

"Kau tahu berapa lama waktu dibutuhkan olehku untuk bisa tidur dengan benar? Ini sudah hari ketiga aku terjaga. Aku suka tidur, rasanya seperti disurga. Puji tuhan hari ini aku BISA tertidur, namun seorang bajingan pendek merusak semuanya.

"Ganti rugi. Mana, kau punya tidak?" Ko meraba-raba kantong celana orang itu.