[Open [Class I-1] Hello?

Jadi ini hari pertamanya menjejakkan kaki disini ya?

Sekolah khusus pria. Shiroi Gakuin. Entah setan apa yang sedang menyandera isi otaknya saat ini sampai dirinya memutuskan untuk masuk ke sekolah ini. Tidak ada bayangan wanita muda yang manja dan manis. Hanya sekumpulan manusia berkromosom XX yang berdada rata. Sayonara pemandangan indah.


Berpikir masam di pagi hari itu tidak bagus, katanya. Jadi hentikan pemikiran sepeti itu dan lakukan yang lain. Heiji memilih bangku dengan pemandangan ke luar jendela. Menaruh tasnya sembarang di atas meja dan menggeser jendela sampai terbuka sepenuhnya. Sejenak merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya. Dia datang terlalu pagi untuk kelas pertama. Suasana kelas masih sepi. Lapangan lari masih tak berpenghuni. Bahkan tidak ada satu bunyi-bunyian pun yang terdengar. Hanya dirinya dan semilir angin dingin.

Menopang wajahnya bosan dengan sebelah tangannya dan mulai menyandarkan kepalanya sampai menempel ke jendela kaca. Kelopak itu mulai terpejam. Bagus, sekarang ia terkena penyakit mengantuk..

Ren tidak suka bangun pagi. Tapi dia tetap memasang alarmnya...hanya untuk dimatikan dan tertidur kembali. Cukup selang 30 menit sebelum matanya benar-benar terbuka dan beranjak dari kasurnya. Bersiap-siap untuk hari pertamanya di kelas.

Beberapa hal yang ia sukai berada di Shiroi Gakuin adalah; 1) Tidak ada teriakan pacar ayahnya yang selalu membangunkannya tiap pagi, 2) Sekolah ini masuk pada pukul 09.00 pagi, memberinya waktu ekstra untuk tidur, 3) Ini sekolah asrama, jelas waktu ekstra lagi untuk tidur pulas. Selebihnya? Biasa saja. Walau terkadang Ren suka memutar bola matanya melihat siswa 'cantik' yang harus dibarengin kelakuan bak ayam betina.

Apa gunanya 'bola' yang menggantung di antara kedua kaki kalian, ckk--

Greek~

Pintu geser itu berderit saat dibuka dan...ia memberi catatan mental, bahwa 15 menit lagi bisa ditambahkan untuk waktu tidurnya ke depan. Kelas masih terlihat lengang ternyata pada jam segini. Daripada bingung lebih baik dipakai buat tidur di kamar saja kan?

Matanya berpendar hanya untuk menemukan 1 sosok yang tidak ditemuinya saat ia selesai bersiap-siap di kamar asramanya tadi. "Hei," menyapa sambil lalu teman sekamarnya itu sambil meletakkan tasnya pada barisan depan kelas.

Tarik kursinya dan duduk.
Biarkan suara detik jam dinding kelas ini yang menggantikan dirinya berbicara.

Semilir angin masih menyapanya dengan deraan lembut yang santai. Perlahan kelopak mata Heiji terkatup sepenuhnya. Menyerah pada apa yang menggodanya sedari tadi. Asrama, salah satu yang menjadi alasan dirinya mendaftarkan diri disini. Selain terbebas dari Mayuko, ia juga jadi terbebas dari suruhan ibunya yang selalu memintanya untuk mengantarkan pesanan.

Katakanlah dirinya belum terbiasa tidur di asrama dimana di dalam satu kamar terdapat beberapa penghuni lainnya. Derit kasur bisa didengarnya jelas, bahkan ketika matanya terpejam. Salah siapa kalau ia terbiasa untuk tidur dalam keheningan absolut?

Bunyi pintu kayu bergeser menyentak kesadarannya. Walau maniknya masih terpejam malas. Derap langkah kaki yang semakin mendekat meyakinkannya kalau seseorang yang lain ada disini bersamanya.

"Hei,"

Sebuah suara membangunkannya. Membuatnya terjaga. Lengkap dengan seulas senyuman indah yang biasanya. "Kau datang pagi juga, Ren", memperhatikan ketika teman sekamarnya melakukan aktifitas sama seperti dirinya sebelumnya.

Detik jam terdengar kencang sekarang.

Persetan, karena ia sudah tidak bisa lagi memejamkan mata. "Semalam-- tidurmu nyenyak?", senyum bersahabat masih ia pasang disana. Cerah seperti mentari, walau pada kenyataannya dirinya sendiri yang kurang tidur.

[Di koridor]

Pagi tadi sarapannya bukan ayam. Tapi dia senang.

Berjalan melewati koridor kelas satu (yang nyatanya ada di lantai 3) dari kelasnya sendiri dan tidak ada tanda-tanda dia tersandung kakinya sendiri, ini pasti pertanda bagus. Mungkin makan siang nanti, sepupu kecilnya yang manis kalau tidak sedang marah, menyiapkan kejutan dada montok dan paha mulus dan sayap krispy berminyak. Hehe, ayam goreng tepung.

Oryuu berharap, berdoa, dan menantikan pertemuan berikutnya dengan soulmate yang sudah 18 tahun menemaninya. Ayam sudah bersamanya sejak sebelum dia lahir, hitungannya. Ibunya bilang begitu.

Melenggang santai, melewati kelas-kelas yang mayoritas masih lengang. Dia bermaksud jalan sampai atap lalu kembali ke lantai satu, ke kelasnya sendiri. Dengan selamat, oke?

Jendela-jendela kelas yang ada di dua sisi, satunya menghadap ke luar dan satunya menghadap koridor di mana dia sedang menunaikan misi jalan selamat, dilewati. Tiap lewat depan jendela besar dia melambat, slow-motion, lalu jalan mundur dengan kelambatan yang sama. Melirik curiga pada yang ada di dalam kelas.

Sebutlah, ini sapaan selamat pagi sebelum senyum secerah mentari memamerkan gigi putih sang Oryuu.
==

Spoiler:

"Kau datang pagi juga, Ren"

Hanya mengangguk seadanya. Ntah temannya itu menangkap jawabannya barusan atau tidak. Dan lagi, pertanyaan seperti itu, apa perlu dijawab?

Dagunya tertopang pada sebelah tangannya. Mengambil satu buku apa pun yang tertarik dari dalam tasnya. Biologi. Dan halaman-halaman pada buku itu hanya terbuka secara acak. Membaca, tapi tidak membaca. Kepalanya menoleh malas lagi ke arah Heiji. Pertanyaan soal tidur nyenyak. Perlu dijawab? Jawab saja, temannya itu sudah tersenyum sih.

" Ya," Singkat dan padat, minus senyum seperti biasanya. Walau sebenarnya, Ren merasa tidurnya masih kurang. Kemarin dia baru balik pukul 3 subuh karena kerja sambilan, mengendap-endap masuk ke asrama yang untungnya tidak kepergok.

Matanya masih menatap dan menyadari satu rasa lelah ada di wajah teman sekamarnya.

" Kau tampak lelah. Ngapain saja kemarin?"

---
[OOC: masih belum menyadari keberadaan Oryuu ya :3 ]

Matahari bahkan belum terbit sepenuhnya. Namun semburat kemerahan telah berpendar menerangi awan keputihan di ufuk timur. Sebuah pembicaraan basa-basi untuk memecah keheningan telah dilontarkan. Tinggal menunggu saja kapan pancingannya mengena.

Heiji memang belum terlalu mengenal karakterisitik teman se-asramanya ini. Namun satu yang ia perhatikan adalah temannya ini pelit bicara. Selama di kamar asrama mereka bersama rasanya hampir tidak pernah ada obrolan panjang lebar yang terjadi di antara mereka. Walau diakuinya, Heiji bukan tipe yang suka memancing pembicaraan tak tentu arah.

" Ya,"

Akhirnya sebuah jawaban singkat didengarnya.

Heiji tidak perduli apakah itu jawaban setengah hati ataupun bukan. Karena sekarang dirinya sudah tidak bisa tidur lagi maka seharusnyalah ia memancing sebanyak topik yang ia bisa agar sepatah kata dilafalkan oleh bibir Ren.

" Kau tampak lelah. Ngapain saja kemarin?

Apakah ini berarti pembicaraan sudah mulai terjalin? Hm? "Oh, itu..", jawabnya terlebih dahulu. "Semalaman aku tidak bisa tidur. Kau kemana saja? Rasa-rasanya aku mendengar seseorang menyelinap, tapi juga tidak begitu yakin", sahutnya asal-asalan namun masih terpeta jelas jejak langkah memasuki kamar di dini hari buta.

Sudut matanya menangkap seseorang berada di luar sana. Di lorong. Mondar mandir seperti setrikaan. Bayangan hitam jelas dapat ia lihat dari balik kaca jendela yang menyamarkan sosok tersebut. Namun ia tidak perduli. Saat ini dirinya lebih penasaran dengan teman sekamarnya. Sepertinya ada yang ia sembunyikan.

Oryuu berhenti. Menempelkan tangannya, keduanya, pada kaca jendela besar yang ada. Dia bisa mendengar suara-suara, tanpa harus menempelkan telinganya juga. Telinganya masih normal kalau begitu, meskipun kepalanya sering terbentur kala jatuh.

Dua suara bisa dia tangkap. Sebuah pembicaraan yang nampaknya dilakukan dua teman sekamar. Dia tidak menguping, hanya berada di jarak dengar. Dan hei, dia merasakan panggilan jiwa untuk melakukan sesuatu.

Pembicaraan macam apa itu tidak ada haha-hihi atau kejahilan seperti dia dan Yuuji teman sekamarnya--yang bisa sampai cekik-mencekik kalau sudah bercakap berdua. Atau usil berdua lalu dia dijadikan kambing hitam ketika Kiyo atau Hotaru marah.

Ck. Yuuji adalah contoh yang buruk karena terlalu aktif. Tapi kemurungan di pagi hari juga buruk,maka--

"Krieeet~ Krrrriiiiiieeeeet~!"

--sepuluh jarinya menggores bagian luar kaca, menghasilkan melody yang menggetarkan. Sungguh, dia sendiri sampai bergidik geli mendengar bunyi yang dihasilkan.

Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!

Tuk. Tuk.

Dua kali punggung tangannya beradu dengan pintu. Oh ya, dia sudah bergeser ke arah pintu geser sebelum kepala menyembul menampakkan wajahnya yang.....datar.

"Kalian pikir kalian sedang apa, junior?" sipitnya mengiaskan keseriusan sepaket dengan nada yang terucap. Jangan ada yang memperhatikan kalau tangannya yang sejajar pinggang, keduanya sekaligus, sedang melambai-lambai menyatakan 'hello'.

....

Hanya ucapan 'oh' dalam hatinya untuk menanggapi pernyataan pertama Heiji. Harusnya bisa menanggapi lebih lagi semacam pertanyaan alasan dibalik temannya yang susah tidur. Tapi itu merepotkan sekali sepertinya. Memangnya dia orang tuanya? Jelas bukan.

" Cuma kerja sambilan," tambahnya lagi untuk menanggapi pertanyaannya teman sekamarnya itu. Tidak spesifik pekerjaan macam apa. Dia juga tidak mempunyai kewajiban untuk menjelaskan juga kan.

Sebenarnya dia sendiri belum jelas, apakah sekolah mereka ini mempunyai larangan para siswa tidak boleh bekerja ya. Kalau pun memang ada, ya sudah...dia akan tetap bekerja. Sembunyi-sembunyi. Targetnya sudah jelas, demi keluar dari rumah ayahnya saat ia lulus SMU nanti. Sesederhana itu

Tidak ada pembicaraan lagi kan?

Matanya kembali menatap lembaran buku yang sampai sekarang belum jelas apa topik yang menarik di sini untuk di baca. Biologi. Makhluk sel tunggal. Tumbuhan dikotil. Monokotil. Cacing. Lumut. Jantung. Kenapa dia harus membaca ini? "Krieeet~ Krrrriiiiiieeeeet~!" Dan suara apa itu?

Menoleh untuk mendapat jawaban. Tapi si jawaban sepertinya sudah memunculkan diri dalam sebuah bentuk sapaan, oh salah, pertanyaan tepatnya dari pintu masuk kelas.

Senior mereka?

...

Mungkin Heiji berminat menjawabnya.
Karena mendadak skema pencernaan manusia yang ada di tangannya ini lebih menarik untuk dibaca.

Teman sekamarnya ini memang agak susah dipancing. Heiji harus tahu mengumpan apa yang akan menjadi balasan dari pemuda Ren ini kalau tidak mau dongkol karena pertanyaannya dibiarkan mengambang. Jenis orang yang sangat jauh berbeda ketimbang tetangganya yang pecicilan. Nao, si hamster tidak bisa diam.

Tapi ia sangat yakin manusia di sebelahnya ini tidaklah autis.

Quote :

" Cuma kerja sambilan,"

Sedikit banyak dari yang bisa ia harapkan. Tiga kata saja sudah cukup. Minimal ia membuka mulutnya dan menyahut pada apa yang ditanyakan. "Oh", adalah komentarnya pertama kali. "Kau tahu, aku juga melamar di butler cafe sana. Pernah bekerja disana?", siapa tahu dia sedikit berbaik hati memberikan informasi untuknya. Walau-- yeah-- berharap bukan keahliannya.

Quote :

"Krieeet~ Krrrriiiiiieeeeet~!"

Dan-- bunyi apa itu yang memekakkan telinga? Seolah seorang setan wanita sedang membalas dendam pada ruangan ini.

Lihat pada objek yang tepat berada di luar jendelanya kini,

Quote :

"Kalian pikir kalian sedang apa, junior?"

Senyum cerah sekali pada sang senior pembuat ulah yang membuat indera pendengarannya sakit. "Kakak pikir kami sedang apa di ruangan kelas kami?", tambahkan senyum lagi melebar besar.

Dia tahu kalau sering dibilang di belakang punggungnya, wajahnya nampak seperti sedang marah waktu diam. Dia hanya diam dan disangka marah. Perasaannya yang selembut tahu sutera, kadang menjadi murung karena hal seperti itu.

Tapi tenang, kali ini dia sengaja. Memanfaatkan wajahnya yang nampak 'galak' ketika bibirnya terkatup membentuk satu garis lurus dan sipitnya menatap lurus. Demi Tuhan, ini bukan tatapan tajam--hanya fokus. Kali ini dimanfaatkannya untuk melakukan body gag kecil dengan tampang serius dan tangan di bawah sedang melambai ramah.

Dua junior yang di sana, akan memilih dirinya yang mana?

Ah, ternyata yang satu sedang serius belajar. Sedangkan satunya lagi tersenyum lebar menyambut mentari pagi. Hmm, coba kita lihat apa yang akan senior ini lakukan.

Kakinya melangkah bergantian. Kanan lalu kiri, lalu kanan lagi. Tidak terlalu terburu agar tidak slaing menyandung. Siapa yang tahu kakinya bakal usil pada dirinya sendiri?

Oryuu penuh persiapan untuk ini.

Sampai di hadapan meja anak yang tersenyum. Pandangannya mengelana dari pundak sampai ujung sepatu, penampilan yang rapi. Kepribadian yang rapi seperti Kiyo, minus omelan galak. Cek.

Satu lagi, sedang membaca buku Biologi di meja. Nampak memancarkan aura 'jangan ganggu atau kugigit kamu'. Cek.

"Nampaknya bangun kepagian? Mau mau ttakbam sebentar?" Satu tangannya menyapa dengan gebrakan ringan pada meja si junior pembaca, sementara satunya lagi menggerakkan jemari seperti laba-laba sedang mengetes kaki sebelum berlari.

Jemarinya cukup oke, kalau untuk satu permainan menyentil dahi itu.

Ada yang mau?

Dia harus memberikan salutnya untuk Heiji. Salut karena teman sekamarnya itu mau menggubris senior yang tampak kurang kerjaan itu. Bukan apa-apa, memangnya penting untuk digubris, itu? Mungkin karena Heiji juga sudah terlatih selama menjadi teman kecilnya si Nao. Satu lagi makhluk yang cukup melelahkan hanya mendengarnya berceloteh.

Manik ungunya hanya menatap nanar pada gambar skema pencernaan di hadapannya. Apa yang perlu dihayati dari gambar usus yang meliuk-liuk seperti ini selain fdaripada akta ini hanya sekedar alasan Ren untuk tidak menggubris senior.

Atau mungkin dia salah.

Karena Ren tidak akan menyangka bahwa si senior itu yang akan menyapanya. Atau lebih tepatnya, menggebrak mejanya sekarang. Praktis membuat maniknya yang sedari tadi menempel pada permukaan kertas terangkat enggan untuk melihat sosok yang tampak kesepian karena harus mencari teman main, apa katanya... ttakbam?

Permainan macam apa itu?

" Ajak saja dia, aku sibuk," satu telengan singkat ke arah Heiji sementara kepala kembali menunduk menatap nanar kertas di bawah.

Tetap lebih menarik dari pada si orang yang tidak jelas apa maksudnya itu...

===
[ooc: ttakbam permainan korea kan? ren anggap tidak tahu apa itu :3]

Pagi-pagi seniornya malah cari masalah. Memangnya sulit ya membiarkan dua orang diam dalam keheningan kelas. Sekarang suasana kelas tidak lagi sesejuk tadi. Che. Raut masam yang berada di dalam hatinya ditahannya.


"Senior pagi-pagi sekali sudah bangun? Tidak bisa tidur nyenyak juga ya?", oh sungguh basa basi yang menyebalkan.


Padahal sebelumnya Heiji sudah akan sujud syukur karena si pendiam ini yang berada di dalam kelas. Memudahkan dirinya untuk tidur barang setengah jam. Mana tahu si kakak kelas yang sok akrab ini malah mampir dan menyapa.

Quote :

"Nampaknya bangun kepagian? Mau mau ttakbam sebentar?"

Ttakbam? Mainan si senior aja aneh. Persis seperti ia menata poninya. Terlihat jelek dan aneh di matanya. Mengerikan. Bagaimana ada orang bisa sekritis ini dalam memadu padankan gaya.

Quote :

" Ajak saja dia, aku sibuk,"

Ingin rasanya merutuk teman tercintanya karena lebih dahulu mengucapkan kalimat tersebut. Ditambah dengan buku biologi yang terbentang lebar di hadapannya seolah-olah ia sedang berkutat serius. Ia tidak bisa terima.

"Oh, kita ada ujian biologi hari ini?", bertanya seraya mengambil buku Ren di meja. "Aku tidak tahu loh. Dari halaman berapa?", tanyanya lagi seraya membalik-balikkan halaman buku biologi yang tersemat di tangannya.

Memangnya siapa yang perduli dengan Ttakbamnya senior?

"Senior pagi-pagi sekali sudah bangun? Tidak bisa tidur nyenyak juga ya?"

"Sebenarnya diseret bangun pagi-pagi," senyum cerahnya tetap betah menangkring di wajah. Kalau mengobrol dengan yang ramah begini rasanya tidak bisa ditahan. Dia ini ramah sebenarnya, hanya saja type yang merasa sulit memulai pembicaraan. Maka pilihannya selalu melakukan hal drastis untuk merobekkan atmosfer yang ada.

Kadang lucu, kadang garing, dia harus mengakui. Tapi bukan Jinki namanya kalau tidak tersenyum cerah menerima pada pujian ataupun celaan orang lain. Kalau dia tidak tersenyum, orang lain akan merasa telah menyakiti dia. Dia tidak suka memberikan perasaan macam itu pada siapapun.

...

Oh, oh. Ternyata dia mengajak main di saat yang salah. Dua junior yang satu sangat ramah dan satunya sangat pendiam (seperti dirinya yang dulu) ini mau ujian Biologi ternyata.

"Lupakan ttakbam. Siapa guru Biologinya? Gio-sensei kah? Aku temani belajar deh," Jinki meraba saku celananya, menemukan satu kacamata baca dan menyematkan ke wajahnya. Merubah fitur yang tadinya cerah ceria jadi serius luar dalam.

Dia akan membantu sebisanya.

...Maksa ya?

Karena dia benar-benar ingin menambah teman selain Yuuji yang sudah dekat sejak SMP dan Minoru-Hotaru yang kenal setahun lebih berada di klub menari yang sama. Sulitkah mencari teman kalau dia benar-benar mau berusaha?

Dia ingin tahu.

"Oh, kita ada ujian biologi hari ini?"

Dia belum sempat merespon saat buku yang di bawah naungannya sudah lebih dulu ditarik. Dan apa yang perlu dijawab dari pertanyaan yang jelas-jelas tidak masuk akal. Hanya masuk akal karena Ren menyadari tindakan Heiji saat ini untuk menghindari si senior tidak jelas.

Ya sudahlah, biarkan saja.

Membantu sedikit tidak salah kan. Siapa tahu si senior tidak jelas tiba-tiba menjadi merasa 'jelas' dan mau meninggalkan 2 juniornya yang sedang 'serius' belajar menghadapi 'ujian'.

"Lupakan ttakbam. Siapa guru Biologinya? Gio-sensei kah? Aku temani belajar deh,"

...Jelas bukan ini yang diharapkannya.

Sekarang dia hanya bisa terdiam melihat Heiji yang sedang 'sibuk' belajar dan seorang senior tidak jelas berubah makin tidak jelas dengan menawarkan bantuan mengajar. Apa-apaan ini!

Grek.

Bangkit dari kursinya tiba-tiba.

" Toilet,"

Sebelum kaki melangkah untuk keluar. Rasanya malas berada di sini lebih lama lagi. Jangan tanya apa alasannya.

---
[OOC: Ren OUT, sementara atau tidak saya liat perkembangan tret ini nantinya, hehe~]

Quote :

"Lupakan ttakbam. Siapa guru Biologinya? Gio-sensei kah? Aku temani belajar deh,"

Tidak pernah kehabisan ide untuk menggerecoki orang, eh, Senpai?

Heiji hanya menatap datar. Ia jelas kebosanan dan merasa terusik pria jelek ini berada disini. Senior seharusnya mengurusi apa yang menjadi tanggung jawab senior. Tidak seharusnya seorang senior sok perhatian dengan adik kelasnya begini. Argh. Rasanya percuma berbicara pada marmut gendut buduk di hadapannya ini.

Satu jemari menggendurkan tekanan dari ikatan dasi yang membelit. Ia tidak akan frustasi atau terlihat depresi di depan semua orang. Ingat, senyumnya harus sempurna.

"Memangnya Senpai tahu soal ujiannya akan seperti apa?"

Maniknya sengaja ia buat berbinar sedikit. Hanya agar makhluk bodoh ini mengasihaninya dan terlihat seperti tertarik pada topik yang sedang dibicarakan.

Bunyi kursi yang ditarik sedikit membuatnya menoleh. Mendapati Ren segera bangkit berdiri lalu menggumamkan sepatah kata seperti toilet. Haha. Bahkan Ren pun tidak tahan diganggu makhluk bodoh seperti ini. Entah kenapa hatinya sedikit senang mengetahui bahwa yang terusik bukan hanya dirinya.

Ehem.

Berdeham sekali lagi. Agar si manusia sok sibuk ini memfokuskan perhatian hanya pada dirinya. Sekarang hanya tinggal berdua kan?

"Apa mungkin Senpai mengajariku latihan soal dari kertas ujian Senpai yang terdahulu?", tanyanya dengan nada sedikit ragu-ragu. "Yah--", Heiji menggaruk sisi belakang kepalanya yang tidak gatal. "Soalnya saya anak baru disini. Saya takut tidak bisa mengikuti", tidak lupa satu senyuman pamungkas dan kedua belah tangan mengatup memohon pada sang senior.

Kau pasti tidak akan menolak kan, marmut jelek?

Deg. Deg. Deg.

Rasanya berdebar. Menawarkan diri untuk melakukan apa yang tidak diminta sudah merupakan satu keberanian mati bagi Oryuu Jinki. Lirik-lirik dari balik lensa kacamata tebalnya. Binar senang terpancar ketika sosok junior yang berkutat dengan buku nampak menegakkan punggung. Terlalu tegak sampai nampak berdiri.

Berdiri?

Eh, ke toilet?

"Hati-hati! Dan siram yang bersih. Kami menunggu~" nyaris menyanyikan nada yang terakhir itu sambil melambaikan tangan antusias. Hemm, dia tidak terlihat seperti Mino kan? Tidak, tidak. Dia bukan antusias untuk permen tapi antusias untuk mencoba mencari teman sendiri.

"Memangnya Senpai tahu soal ujiannya akan seperti apa?"
"Apa mungkin Senpai mengajariku latihan soal dari kertas ujian Senpai yang terdahulu?"

Oh tunggu, satu per satu pertanyaannya. Oryuu cepat menolehkan kepalanya lagi kepada yang masih ada. "Siapa tadi namamu?" antara lupa, atau memang belum berkenalan? Ah, dia benar-benar tidak fokus. Terlalu cemas tadi pada yang jalan ke arah toilet, apakah akan tersandung di jalan atau bagaimana. Ia masih percaya, bahwa tidak ada yang sala dengan kakinya yang mudah tersandung. Lantai pasti punya keisengan untuk menyandung kaki atau menjadi terlalu licin. Pasti itu.

Pemuda berperut one-pack ini memutar sedikit untuk mendudukkan diri di kursi depan meja junior yang membutuhkannnya. Mengambil tempat yang lebih nyaman dulu. "Lebih efektif kalau tanya jawab saja. Bagaimana? Satu jawaban salah maka satu ttakbam untuk masing-masing."

Maksudnya, dia juga rela kena kalau dia salah. Belajar dua arah maunya.