New page! (open for class 1-2)

timeline: awal masuk dari libur tahun baru, pagi-pagi sebelum pelajaran dimulai
----------------------
Si rambut pirang tampak duduk dikelas dengan kaki yang di hentak-hentakkan, mendengar musik yang membuatnya merasa sedang berada didalam geng motor. Entah ada angin apa tiba-tiba saja bocah yang biasanya lebih memilih menghabiskan waktu merokok atau keluyuran di luar ini kini sudah menampakkan dirinya di dalam kelas pagi-pagi, paling awal pula. Pagi yang baru, hari yang baru, awal yang baru, mungkin karena tahun baru semangatnya jadi menggebu-gebu begitu.

Dari jam 4 pagi tadi matanya sudah terbuka, dia bahkan sempat keliling asrama sambil menikmati udara pagi. Tubuhnya terasa ringan, kepalanya juga terasa ringan. Rasanya ia bisa terbang melakukan apapun. Minggu ini aku harus ke klub, mingggu ini aku harus pelajari lagu baru, minggu ini aku harus beli tiket. Dikepalanya sudah ia kumpulkan kegiatan-kegiatan apa saja yang ingin ia lakukan. Padahal baru beberapa hari yang lalu dia terguling di lantai dengan perut yang terasa seperti ditarik-tarik dari dalam, sekarang ia tertawa-tawa sendiri mengingat-ngingatnya sambil berkata ”hah..bodoh.”

Dia yakin tahun ini semua akan baik-baik saja, lihat kan ternyata dia memang tidak butuh itu, dunia ini bukan apa-apa baginya dan hal itu terlihat dari cengar-cengir khasnya yang bagai senyum kemenangan dari tokoh antagonis di film-film. Bukan apa, cetakan mukanya memang sudah seperti itu.

Tangannya ia gerak-gerakkan bermain drum bayangan mengikuti alunan musik yang didengarnya, Ia mendengarkan beberapa lagu led zeppelin, tidak sabar ingin mempelajarinya nanti jika ada kesempatan. Ayo kelas cepat mulai, Hari ini dia tidak akan kabur dari apapun, dia akan lalui semuanya!

Spoiler:

"Uwaaaaah," Uryuu menguap selebar - lebarnya karena dinginnya udara dan juga karena dia masih mengantuk.

Mau gimana tidak ngantuk, malam sebelumnya dia nongkrong di apartemen Kano, salah satu anggota band-nya, sampai jam dua pagi bersama dua anggota band sisanya, ngobrol ngalor ngidul sekaligus mengkomposisikan lagu baru. Dia untungnya sempat tidur sejam di dalam mobil saat Kano mengantarnya kembali ke asrama, yang terus dia lanjutkan di kamarnya selama tiga jam selanjutnya.

Tubuhnya melengang memasuki lorong menuju kelasnya. Tampak keadaan masih cenderung sepi daripada seharusnya. Dia bangun kepagian memang, sialnya. Padahal dia masih merasa capek tapi tubuhnya tidak mau kompromi. Apa ini yang namanya semangat tahun baru?

Samar - samar dia mendengar suara hentakan sepatu terdengar makin jelas seiring dengan mendekatnya ia ke tujuan.

Ia melongok ke kelas sebelum masuk, kebiasaan. Dilihatnya ada kepala putih terayun - ayun di sudut ruangan. Tampaknya intens sekali teman sekelasnya itu mendengarkan lagu di alat pemutar musiknya.

Uryuu kembali menguap sembari berjalan masuk menuju tempat duduknya. Dia duduk di baris paling belakang, dekat jendela, sengaja biar tidak terlalu diperhatikan guru. Dia sering jadi sasaran dipanggil ke ruang guru soalnya kalau berada di dalam batas penglihatan mereka. Biasanya berkaitan soal penampilannya yang tampak seperti berandalan....padahal hati dan prestasinya baik loh, walau kadang dia suka membolos dan pulang ke asrama melewati batas waktu jam malam. Ups.

Biasanya nasehat yang paling sering didengarnya adalah betapa disayangkan bahwa kepandaiannya harus "tertelan" penampilannya yang minus dan bahwa seharusnya dia kembali ke jalan yang benar.

Kayak jalan yang dipilihnya salah saja, dasar orang dewasa sok tahu.

Uryuu duduk bersila diatas kursi dengan kedua tangan menelusup dalam - dalam ke saku celananya dan punggung tertempel pada sandaran kursi, sebuah usaha untuk meminimalisir pembuangan panas tubuhnya.

Dalam hentakan berirama yang bergema di ruangan itu, Uryuu tak sadar ikut mengoyangkan kepalanya sedikit. Orang ini pasti drummer, asumsinya ketika mendengar betapa sinkronnya suara hentakan kakinya dan bagaimana tangannya terayun - ayun mengikuti musik di udara. Ia sering melihat Kano melakukan hal yang sama kalau sedang break di ruang ganti...cuma lebih gahar karena Kano biasanya berteriak "yeah" atau "oryaa" kalau sedang intens - intensnya. Maklum sih, soalnya biasanya di stage Kano pasang tampang jaim dan cool untuk menarik hati para fans perempuan.

"Kruuuuyuuu~uuuuuuuuuk," suara perut Uryuu yang keras memotong lamunannya. Untung tidak ada yang dengar, ia berdehem.

Ia mengeluarkan kedua tangannya dari saku celananya, merogoh salah satu kantong di tasnya dan mengeluarkan dua bungkus Puccho, satu rasa yoghurt dan satunya rasa cherry. Ia membuka bungkus keduanya, mengambil masing - masing satu lalu memasukkan isinya bersamaan ke dalam mulut dan mulai mengunyah permen liat itu dengan nikmat. Kemudian dengan posisi duduk yang tidak dirubah sama sekali, tangannya kembali ke dalam saku dan ia meletakkan dagunya keatas meja, posisi begini memang paling nyaman.

Spoiler:

Shou memperlambat langkah kakinya ketika memasuki lorong yang menuju kelasnya. Bukan karena takut akan telat, tetapi Shou takut air di vas bunga yang ditangannya ini akan tumpah.

---
'Tahun baru, bunga pun baru' Itulah yang dipikirkan Shou ketika menuju sekolahnya. Dengan bangga Shou membawa vas bunga yang akan Shou letakkan dimeja guru. Bodohnya, ketika ditengah perjalanan Shou baru menyadari hanya ada air saja didalam vas bunga itu dan Shou lupa meletakkan bunganya. Shou sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Dengan pikiran yang kacau, Shou berlari menuju taman. Shou asal-asalan mencabut rumput liar yang menurutnya bagus dan menaruhnya didalam vas bunga.

Ketika sampai didepan kelas, Shou menghentikan langkah kakinya. Shou dikejutkan oleh pemandangan yang tidak biasa, ada dua lelaki yang berambut platinum yang penampilannya sangat mencolok. Pikiran Shou kacau, Shou takut kalau dua lelaki itu adalah teman seberandalan atau mereka adalah mafia yang menyamar menjadi anak SMA.

Shou menundukan kepalanya ketika memasuki kelas dan duduk di dekat pintu kelas, agar mudah untuk kabur apabila dua lelaki itu macam-macam. Shou meletakkan vas bunga di atas mejanya dan melirik sedikit kearah dua lelaki itu.Lelaki yang duduk di baris paling belakang dekat jendela itu menurut Shou penampilannya sangat unik apalagi ditambah dengan kulit tan nya, tatonya, dan make-up nya. Tampang lelaki itu mengingatkan Shou dengan penyanyi-penyanyi musik metal tetapi sayangnya Shou membenci genre musik itu karena Shou lebih menyukai musik klasik. Dan ketika Shou melirik kearah lelaki yang berkulit pucat itu, Shou juga melihat aura-aura pencinta musik metal.

Shou hanya bisa diam dan melupakan vas bunganya yang belum ditaruh di atas meja guru. Untuk melupakan kejadian mengerikan ini, Shou membuka tasnya dan mengambil beberapa cup es krim rasa stroberi kesukaannya dan melahapnya perlahan. Shou juga mengambil beberapa snack yang super pedas kesukaanya dan memakannya juga.

'Yah, semoga dua lelaki mafia itu tidak membuat keributan' Pikir Shou panik, karena Shou sama sekali tidak suka keributan apalagi kalau ada perkelahian. Shou itu pecinta damai.

Shou melirik sekilas kearah dua lelaki itu lagi, dan pandanngan Shou jatuh kepada lelaki yang berklit tan itu. Shou merasa pernah melihat lelaki itu, Shou mencoba lebih berkonsentrasi lagi dan lagi. Tiba-tiba jantung Shou seperti berhenti sejenak ketika mengingat siapa lelaki itu.

'Lelaki yang berkulit tan itukan, Uryuu yang satu kamar dengan ku di asrama. jadi dia itu mafia!!!!' teriak Shou didalam hatinya.
____
Negau Side Dorm!

Bisa ditebak sebesar apa volumenya kalau orang lain sampai bisa mendengar, apalagi pakai headphone begitu. Lama-lama dia bisa disangka budek, atau benar-benar jadi budek. Yah, soalnya genre yang ia dengar itu tidak seru kalau tidak didengar kencang-kencang. Baginya, musik ini memang tercipta untuk didengarkan dengan volume penuh.

“Woooooh! Got it bad! I’m hot for teacher!” Serunya meledak-ledak melantukan penggalan lirik lagu Van Halen sambil mengacungkan jarinya kesamping, menunjuk murid lain yang baru saja masuk itu, seolah ingin menularkan semangatnya. Ko juga dari tadi sudah duduk paling belakang. Jaga-jaga siapa tahu semangatnya nanti hilang di tengah jalan, terus kepalanya berakhir nyosor di atas meja. Kalau bodoh ambil saja kursi depan, terus tinggal tunggu dijitak guru saja.

Pengucapannya lumayan fasih untuk rata-rata orang jepang yang suka terjepit lidahnya kalau berbicara bahasa inggris, suaranya juga terdengar cocok jadi penyiar radio atau seiyuu karakter gahar, tapi nadanya lari-lari tidak karuan begitu juga volumenya. Ya, lagian Ko tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Entah apa dia sendiri mengerti arti lirik yang baru saja dinyanyikannya itu. Dia juga tidak peduli dengan apa yang dipikirkan saksi-saksi “randomness”-nya hari ini.

Eh, hem…bau apa ini? Sensasi apa ini? Suara kemasan yang ditoreh? Wa, lidahku bergetar!

Mendadak perhatiannya tersita. Di tubuhnya ini tertanam dua alarm: Yang pertama, Alarm “Maho”, mendeteksi lenggak-lenggok melambai, atau gairah para lelaki yang saling ingin adu kejantanan, letaknya?...ada deh. Terus yang kedua Alarm “Makanan manis”. Kalau berada di dekat pencuci mulut hidungnya mendadak jadi setajam anjing yang bisa mencium gula, lidahnya bergetar-getar, terus tenggorokannya tidak berhenti menelan ludah. Ini bau Puccho cherry, dan yoghurt! Bahkan dari bau saja dia bisa menebak rasanya.

Ko menoleh ke kanan, ternyata orang tadi sedang mengunyah Puccho. Matanya mengamati dagu orang itu yang naik turun menguyah permen. Eh, kok tiba-tiba dia jadi makin besar, makin dekat pula. Wah, tanpa sadar Ko sudah berdiri di samping orang itu! Terlalu bersemangat, jadinya tidak sadar tubuhnya sedang apa, pokoknya action dulu!

“Beli dimana...” Katanya dengan otot muka yang sengaja ditahan untuk menjaga imej, masih dengan musik keras mengalun dari headphone yang menyangkut di kepalanya. “Mau beli buat adikku.” Sekali lagi adiknya jadi korban alasannya setiap mau beli yang manis-manis.

Eh, tiba-tiba lidahnya bergetar lagi. Ko memejamkan matanya, bau stroberi. Begitu matanya terbuka dia sudah berdiri di depan anak kurus berambut merah yang pagi-pagi sudah sibuk ngemil makan eskrim di hari dingin (?).

“Beli dimana? Buat adikku...” Kali ini nada bicara dan raut mukanya sedikit beda, seperti mau nodong. Berhubung tampang anak ini juga menggelitik alarm yang satunya. Pertanyaan yang agak janggal, emang eskrim bisa dibawa pulang?


-------------

Spoiler:

"..."

Tecchan akhirnya sampai juga di kelas barunya, dia mungkin erlihat aneh karena penampilannya yang agak mencolok. Tidak, dia tidak seperti kebanyakan murid Shiroi Gakuin yang sekali cantik mukanya seperti perempuan--namun sekilas memang Tecchan tidak nampak seperti lelaki. Anggap saja kekuatan makeup.

Kelas 1-2. Tecchan menghitung ruangan dan masuk ke kelas yang masih agak kosong, hanya diisi oleh beberapa murid dan tidak ada guru. Menghela nafas sedikit, dia masuk saja melewati wajah-wajah asing yang tidak dikenalnya sama sekali. Walaupun sekilas ada yang familiar, rasanya janggal kalau dia mengenal wajah-wajah di sana.

Dingin sekali hari ini.

Tecchan mencari bangku asal, tidak tahu ada yang menempati atau tidak. Dia tidak tahu juga toh susunan sebelumnya bagaimana, mengingat dia murid pindahan tengah tahun. Begitu duduk, dia menengadah melihat sosok yang berbicara di sana, agak mengganggu karena suara headphonenya--dan Tecchan agak kaget juga.

Dia kan yang ditemui di stasiun waktu itu? Sedang apa? Setelah mabuk-mabukan, pemalakan...

...

Target yang dipalak tidak nampak payah, sih. Mungkin bisa lah lempar bangku atau meja.

Uryuu melirik dengan kepala agak terdongak ketika menyadari ada bayangan hitam yang melayang diatas tubuhnya.

Pemuda dengan headphone yang masih terpasang itu menanyakan soal Puccho yang sedang ia kunyah. Uryuu baru saja mau menjawabnya (dan akan menawarinya) tapi kemudian seolah mendapat rangsangan lain, pemuda ber-headphone itu bergerak cepat ke pemuda lain yang sedang makan es krim. Menginterogasinya soal es krim yang sedang dimakannya.

Makan es krim dingin - dingin begini? Giginya ikutan ngilu sendiri.

Loh, itu kan si siapa itu namanya....ah, dia lupa, pokoknya dia salah satu dari dua tubuh kecil yang mendiami kamar asrama bersama dengannya.

Ternyata dia juga sekelas dengannya toh, wah berarti gampang untuk pinjam catatan kalau aku sedang bolos, pikir Uryuu senang.

Merasakan permen liat dimulutnya sudah benar - benar habis, Uryuu mengambil masing - masing sebuah dari rasa berbeda dan mulai mengulangi ritual makan Puccho-nya lagi.

Kapan gurunya datang nih, lama sekali, pikirnya bosan. Saat sebuah tubuh muncul ia sempat mengira itu gurunya, habis wajahnya terlihat feminim jadi ia mengira yang baru masuk itu wanita. "Eh, seragamnya sama," ujarnya pelan pada dirinya sendiri saat menyadari kesalahannya.

Bosan, ia pun memejamkan matanya untuk tidur sejenak. Biar nanti bel masuk yang membangunkannya.

“Beli dimana? Buat adikku...” Kata-kata itu yang menyadarkan lamunan Shou.

Jiwa Shou terkejut tetapi wajahnya masih tetap datar.

Kini Shou hanya bingung kepada lelaki berambut platinum yang dihadapannya sekarang, lelaki platinum itu ingin bertanya atau ingin menodong?

Shou berpikir sejenak dan sekilas melihat ada seorang wanita memasuki kelasnya. Shou berniat mendekati wanita itu dan menyapanya.

'Aku baru tahu kalau kelas ini, kelas campuran' Pikir Shou bingung, dan tanpa memerhatikan seragam orang yang baru datang tadi.

Ingat dengan pertanyaan lelaki platinum itu, membuat Shou ingin menjawab pertanyaannya. tapi berhubung Shou tidak mau bicara karena keadaan suaranya yang serak dan tidak terlalu laki-laki, seperti biasa Shou hanya diam dan dan mengambil sketbook nya yang tebal dari tas untuk menuliskan jawabannya.

'Oh eskrim ini, ambil aja. aku masih punya banyak kok' Tulis Shou di sketbook, dan Shou mengambil asal eskrimnya yang ada dimeja dan menyodorkan eskrim yang dia ambil tadi.

Jantung Shou seperti berhenti ketika melihat apa yang Shou ambil tadi bukan eskrim, tetapi vas bunga yang berisi rumput liar.

Shou hanya berdoa semoga, hidupnya tetap damai di kelas ini.
_______

Spoiler:

Dengan kepala yang mendongak, matanya yang melotot melihat kebawah, mengarah benda yang bentuknya sama sekali tidak mirip dengan eskrim itu.

Rumput-rumput liar... memangnya aku kambing? Pikirnya.

Kedua ujung bibirnya melebar, lalu Ia tertawa keras-keras dengan nafas yang tertarik-tarik, minta udara. Ia merunduk sambil memegang perutnya sendiri.

"ahahahah! kocak! baru kali ini aku ketemu orang sebego kamu! kocak deh! ahahahah!" Tangannya kemudian mengacak-ngacak rambut merah anak itu dengan gerakan yang sesekali menekan-nekan kebawah agak kasar, membuat rambutnya tampak seperti baru saja turun dari motor yang melaju pesat tanpa menggunakan helm. Kasian anak itu harus nyisir lagi dibuatnya.

Namun melodi ringkikan kudanya itu tiba-tiba berhenti ketika ia merasakan hawa kuat yang semakin lama semakin mendekat. Masih dengan tangan menempel di kepala si bocah bego, seluruh badannya tidak bergerak terkecuali bola matanya yang membututi langkah kaki yang baru saja masuk, berjalan menuju bangku kelas. Matanya mendapati sesosok pemuda berbadan kurus berambut hitam yang membuat alarm "maho"nya mengalun kencang bak suara ambulan yang memekakkan telinganya sendiri. Headphonenya pun ia turunkan menggantung di lehernya.

Dengan langkah kaki yang agak melonjak-lonjak Ia mendekati pemuda berambut hitam itu. Kemudian dia mondar-mandir memutarinya yang duduk dibangku dengan bola mata memusat kepadanya, meneliti. Begitu berhadapan, Ibu jarinya langsung memegang kelopak matanya secara tiba-tiba.

"Eh, ada kotoran..." Ko mengamati bekas make-up yang membekas di ibu jarinya, kepala ia miringkan."Oh, ternyata eyeshadow ya! Aku kira apa!" Serunya menggelegar, seperti mau memberi serangan jantung kepada pemuda yang ada di hadapannya.

Badannya kemudian dia condongkan kedepan dengan kedua tangan yang ditaruh di atas meja, menompa tubuhnya. "Maaf, kalau kelas cewek itu disana, lily akademi. Disini cuma buat mereka yang punya 'bola'." Ko menunjuk ke arah pintu keluar dengan sebelah tangannya, Ia tersenyum miring sambil menatapnya dalam-dalam dengan jarak yang cukup dekat.

Dia melihat sosok yang sepertinya tertidur. Awalnya tidak berani juga sih untuk menyapanya, mengingat fisiknya itu...seperti itu. Di States, banyak yang hanya tampang isinya seperti Hello Kitty, kalau di Jepang bagaimana, ya? Jelas Tecchan harus memberanikan diri juga, lagipula kalau tidak berinteraksi, kapan dia bisa lancar bahasa Jepang?

"Anoo...permisi. Boleh sharing buku untuk pelajaran hari ini?" Bukunya belum datang, soalnya--dia harus nekat bicara dengan orang di sebelahnya, jelas. Walaupun semoga saja tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selama di States, dia bisa lebih berinteraksi dengan orang-orang di sana lucunya.

Apalagi dia punya memori buruk dengan anak-anak Jepang.

Ada yang mendekat padanya, membuat Tecchan mendongak dan menatap sosok dengan kulit pucat--yang bahkan lebih pucat darinya. Awalnya bingung, namun Tecchan tidak bisa berkata-kata, hanya memandangnya dengan bingung. Saat tangan pemuda itu terjulur, Tecchan langsung memejamkan mata seperti pertahanan diri karena ada sesuatu mendekat ke matanya, untuk mengetahui tangan itu mengusap kelopak matanya.

Perasaannya tidak enak.

Ada perasaan tidak nyaman, keringat dingin terasa mengaliri bagian tubuh yang ditutupi dengan seragam. Dia tidak pernah suka ini, selalu ada satu orang yang seperti ini.

Tapi dia berada di States bukan untuk lari.

"...kau mau kuberi eyeshadow juga? Warna biru." Desisnya dengan suaranya yang lembut, hasil latihan tentunya. Manik amethystnya menatap manik sewarna zaitun yang nampak mengintimidasinya, seperti tidak ingin kalah. Namun gestur menggigit bibirnya tanda dia merasa ketakutan jelas tidak hilang.

De javu. Walau dengan orang berbeda.

---

Interaksi sama Uryuu ya, jangan galak2 >.<

Uryuu sedang menapaki kegiatan yang akan dia lakukan sepulang sekolah hari ini dalam tidurnya, yang sebenarnya tidak bisa disebut dengan tidur sebab yang ia lakukan cuma memejamkan matanya dan membawa pikirannya terbang ke tempat lain secara sadar. Dia sedang membayangkan rencananya untuk mampir ke toko musik untuk membeli beberapa album baru. Ia bisa melihat dirinya berjalan masuk ke dalam toko musik menemukan apa yang dicarinya. Lalu dia juga akan mampir ke toko buku untuk membeli edisi Jump terbaru, dan mengecek apa ada rilisan baru tankoubon dari serial yang dia ikuti.

Dia sedang dalam perjalanan menuju toko kecil dua blok dari asrama, yang menjual snek manis dan gula – gula, ketika suara seseorang diarahkan padanya, membuat bayangannya buyar dan ia kembali ke dunia nyata.

Uryuu cuma mengangkat kepalanya sedikit, cukup hanya untuk sekedar mengintip siapa sih yang barusan membangunkannya. Kursi sebelahnya sudah ditempati oleh si pemuda yang dia kira perempuan beberapa menit yang lalu.

Barusan dia bertanya soal join-an buku pelajaran, kan, ya, Uryuu bertanya pada dirinya sendiri masih pada posisi tubuh yang sama, enggan untuk bergerak.

Tapi belum sempat dia merespon pertanyaan si rambut panjang, si pemuda ber-headphone keburu berdiri di depan meja si rambut panjang, menjulurkan tangannya tanpa pemberitahuan pada pemuda berpenampilan feminim itu.

Uryuu cuma diam saja melihat gelagat pemuda berambut putih dengan headphone menggantung di lehernya itu. Ketika mulut pemuda berpenampilan berandal itu berucap,

Quote :

"Oh, ternyata eyeshadow ya! Aku kira apa!",

yang kemudian diikuti dengan,

Quote :

"Maaf, kalau kelas cewek itu disana, lily akademi. Disini cuma buat mereka yang punya 'bola'."

Uryuu spontan mengubah posisi tubuhnya, ia menghadapkan tubuhnya pada meja si pemuda feminim. Kakinya yang semula bersila kini terangkat keatas kursi, sejajar di depan dadanya, tangan kirinya melingkar di kedua kakinya sementara tangan kanannya melingkar di punggung kursi yang didudukinya.

Ia menatap lurus pada pemuda berambut putih, “Kau sadar, kan, kalau yang kau ajak bicara itu laki – laki,” sahutnya dengan nada datar, bukan pura - pura bodoh.

“Apa gara – gara dia pakai eyeshadow? Aku juga pakai eyeliner tapi kayaknya barusan kau tidak mempermasalahkannya? Daripada energimu buat nge-bully mending dipakai buat kegiatan yang lebih berguna,” tambah Uryuu tanpa nada mau cari perang sambil menumpukan dagunya pada kedua dengkulnya.

Shou sedikit terkejut juga ketika rambutnya yang berantakan semakin hancur serta brutal dan Shou tidak berpikir untuk merapihkannya lagi. Tapi bukan itu masalahnya..apakah ada masalah baru lagi? apakah lelaki yang mengacak rambutnya itu gila?..ya yang penting sekarang Shou damai dan tentram tanpa kekerasan. Sekarang Shou merasa tenang karena hidupnya masih damai dan suci. Ketika lelaki pucat itu tertawa seperti orang gila, Shou mulai meneruskan acara memakan es krim dan snack super pedasnya.

Quote :

"Maaf, kalau kelas cewek itu disana, lily akademi. Disini cuma buat mereka yang punya 'bola'."

Shou sedikit terkejut mendengar perkataan lelaki pucat itu. Hancur sudah ketenangan kelas ini. Ada apa sih? Mereka bertengkar karena apa? Kenapa harus 'BOLA'?. Sebenarnya Shou bingung juga apa yang dimaksud bola itu.

"Kalau bola kasti aku banyak!!, mau lihat?" Bisik Shou kesal pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba ditengah kedamaian nan indah, Shou mendengar kata-kata yang sepertinya sedang tawar menawar eyeshadow. Oh... kalau dikelas ini ada yang jualan eyeshadow, Shou ingin membeli satu untuk adiknya.

Dasar kalau mau bertengkar lebih keren dong, massa tawar menawar eyeshadow. kayak banci saja.

Quote :

“Kau sadar, kan, kalau yang kau ajak bicara itu laki – laki,”

eeeeeh laki-laki, jadi yang dikira Shou wanita itu laki-laki. Ada apa ini? apakah Shou sudah lupa cara membedakan wanita dan laki-laki?. Bahkan Shou sendiri jadi bingung dia laki-laki atau wanita. Shou mulai meraba dadanya, Shou yakin dia bukan wanita buktinya dadanya masih rata.

Quote :

“Apa gara – gara dia pakai eyeshadow? Aku juga pakai eyeliner tapi kayaknya barusan kau tidak mempermasalahkannya? Daripada energimu buat nge-bully mending dipakai buat kegiatan yang lebih berguna,”

Kributan macam apa ini?. Shou mulai terganggu, tanpa sadar kamatanya ia remukkan dan dilempar jauh. Dan ternyata tidak sengaja kacamatanya yang hancur itu menuju kepala lelaki pucat dan gila itu.

"EH kok kacamataku melompat!! Hei, berbicara tentang eyeshadow dan eyeliner...Aku juga pakai pelembab bibir dan rasanya stroberi loh!." Teriak Shou tanpa sadar. Suaranya agak serak dan ini pertama kalinya Shou berbicara dengan suara keras dikelasnya...kenapa harus itu yang keluar dari mulutnya? Ya.. Shou tidak berbohong, Shou benar-benar memakai pelembab bibir. Tapi kakak sepupunya Yoh yang memaksanya memakai pelembab bibir itu. Yoh bilang 'Bibirmu kering, pakai ini saja' Shou tanpa berpikir panjang langsung memakainya dan alhasil...bibir Shou tidak kering dan lumayan seksi.

Karena Kacamatanya sudah hancur karena ulahnya sendiri, Shou mulai mengambil kacamata cadangan di sakunya dan memakainya. dan menereruskan acara makan eskrimnya lagi dan lagi.

Ko mengamati dalam-dalam sapuan warna yang menempel di wajahnya, tampak seperti paksaan. Wajah yang tidak ada mirip-miripnya dengan wanita, masih berani membuat topeng yang terbilang percuma.

Memang sudah begitu kalau para manusia berkumpul, seperti sekolah ini contohnya. Pasti ada saja beberapa produk yang cacat. Lebih cacat lagi kalau mereka menunjukkan kebodohannya. Apa mereka tidak berkaca kalau dirinya tampak seperti badut? Tapi dunia ini memang butuh hiburan, dan kalau para orang bodoh ini memilih menjadi badut maka mereka harus menyadari hal itu.

"...kau mau kuberi eyeshadow juga? Warna biru." Pemuda itu membalas dengan tatapan yang tampak seperti perlindungan. Ko cukup takjub dengan reaksinya, tetapi dia suka mengamati detil-detil kecil dan apapun itu terasa menarik baginya. Terutama ketika ia melihat pemuda itu menggigit bibirnya sendiri. Memang setiap orang punya tebal dinding yang berbeda-beda. Beberapa orang hancur dalam sekali serang, beberapa orang perlu bertahap-tahap dan waktu, dan yang mempercepatnya tidak lain adalah…

gelak tawa orang-orang yang melihat sang badut.

Ko mendengar seseorang tertawa, hampir samar-samar, seperti datang dari kejauhan. Kemudian tawa itu bertambah menjadi dua orang, lalu tiga orang. Bibirnya spontan terangkat keatas. Hal ini mengingatkannya dengan suasana kelasnya saat SMP. Mereka semua suka hiburan. Ternyata kelas ini juga suka hiburan. Ya, semua orang memang suka hiburan kan?

Badannya yang merunduk ia tegapkan, lalu kedua tangannya ia masukkan kedalam saku, sementara matanya bolak-balik memeriksa sumber suara tersebut.

Tidak ada yang tertawa.

Matanya melebar mondar-mandir, alisnya berkerut. Yang ada dikelas hanyalah dia, lelaki jejadian dihadapannya, pemuda berambut putih, dan merah, dan tak ada satupun bibir mereka yang sinkron dengan suara itu.

Lagi-lagi?

“Kau sadar, kan, kalau yang kau ajak bicara itu laki – laki,” Pemuda berambut putih itu membuka mulutnya. “Apa gara – gara dia pakai eyeshadow? Aku juga pakai eyeliner tapi kayaknya barusan kau tidak mempermasalahkannya? Daripada energimu buat nge-bully mending dipakai buat kegiatan yang lebih berguna,”

Ko terpaku menatap lelaki itu, bibirnya tersenyum miring, namun giginya beradu kencang didalam. Tangan kirinya yang berada di saku ia kepalkan keras-keras sampai bergetar. Dia tidak menduga respon semacam ini yang dia dapat. Biasanya yang lain akan tertawa bersamanya, persis seperti suara-suara yang ia dengar ini.

“Oh, begitu? Aku kira kau pakai itu untuk mengekspresikan diri sebagai anak rocker…ternyata tujuanmu sama dengan dia ya? untuk mempercantik diri?” Nafas Ko menyembur keluar, ia tertawa cekikikan sendiri. “Tidak disangka, tampang sangar seperti kau ternyata juga seorang banci.”

Tiba-tiba saja sebuah benda yang datang dari belakang mengenai kepalanya. Matanya mengeksplorasi lantai mencari tahu benda itu, sebuah kacamata yang sudah rusak. Tawa dikepalanya kini semakin bertambah dan semakin kencang, mondar-mandir melewati telinganya. ia mulai merasakan suara-suara itu sedang menertawainya.

"EH kok kacamataku melompat!! Hei, berbicara tentang eyeshadow dan eyeliner...Aku juga pakai pelembab bibir dan rasanya stroberi loh!."

Tanpa ragu Ko melangkah maju mendekati pemuda berambut merah itu. Ia menendang mejanya keras-keras sampai terguling kesamping, membuat setiap benda diatasnya berpencar kemana-mana. Meja yang bergesekan dengan lantai, Vas yang hancur berkeping-keping, buku dan alat tulis yang berhamburan menimbulkan suara gaduh yang merambat dan berpantulan ke setiap sudut ruangan.

“Kau mau cari mati hah?” Matanya memandang bocah berambut merah itu tanpa berkedip. Dadanya naik turun memompa udara, keluar masuk melewati giginya yang terkatup kencang. Urat kepalanya semakin mengeras ketika Ia melihat bibir cowok berambut merah itu mengkilat-kilat bak porselen.

“Rusak! Banci semuanya! Ternyata rumor itu benar ya? Sekolah ini sarang banci! Sekalian saja kalian datang ke sekolah dengan bra! Terus saling hisap p*nis sana!”

Egh.

Tidak ampuh, ya? Padahal Tecchan biasanyamelawan seperti itu, asal gertak saja pakai fisik. Dia memang bisa bertengkar sedikit, tapi jelas sangat ragu kalau bisa melawan orang yang jauh lebih tinggi darinya. Lebih tinggi kurang lebih 10 cm darinya, jelas akan sangat buruk untuk melawannya.

Tapi dia tidak bisa lagi tidak melawan. Mungkin kalau dia ajak baku hantam anak laki-laki yang lebih tinggi darinya itu dulu saat SD, dia tidak akan pergi ke States dan menjadi makin 'bebas'. Entahlah, kadang ada rasa ingin merubah nasib sendiri, kan?

Namun tak lama ada suara yang menimpalinya, awalnya sudah bersiap hati agar lebih kuat. Dia bisa kok, dia bisa--tapi rupanya kalimat itu bukan ditujukan ke arahnya, membuat Tecchan menoleh ke arah sosok dengan tubuh yang kalau tidak dibilang kekar ya...besar. Tecchan jelas senang, tapi ekspresinya berubah ketika mendengar suara benturan ringan. Menatap sosok yang jadi tipikal penindas di depannya, ada yang melemparnya sesuatu.

...kalau andaikan mau membantu sih boleh--tapi jangan menyiramkan bensin pada api yang berkobar!

See? Kalau ini States, mungkin tiba-tiba ada penembakan kecil-kecilan, untungnya tidak. Membuatnya langsung berdiri untuk menghentikan sosok tersebut. Apalagi mendengar kalimatnya, Tecchan tidak bisa marah, tapi melibatkan orang lain jelas bukan hal yang baik, bukan?

"You've gone too far." Ujarnya yang berusaha mendorong laki-laki dengan rambut pucat ini menjauh dari yang berambut merah. "Yang kau tidak suka itu aku, kan? Bagaimana kalau kau lampiaskan saja padaku."

Sok heroik?

Mungkin.

Tapi ini baru pertama kalinya ada yang menginterupsi orang yang akan menindasnya.

Uryuu serta merta bangkit dari kursinya mendengar respon pemuda rambut putih yang ternyata senang memprovokasi orang. Uryuu tidak masalah dengan pengungkapan pikiran di muka publik asal tidak dalam konteks menyerang dan merendahkannya. Apalagi terang - terangan berkoar di ruang publik mengasumsikan kepribadiannya hanya dengan memandang kulit luarnya. Orang begini ini yang bikin urat marah Uryuu lepas.

Quote :

“Rusak! Banci semuanya! Ternyata rumor itu benar ya? Sekolah ini sarang banci! Sekalian saja kalian datang ke sekolah dengan bra! Terus saling hisap p*nis sana!”

"OI! Yang rusak itu otakmu!," Uryuu berseru pada si rambut putih dengan headphone. Suara lantangnya bergema di penjuru kelas, bukan vokalis band metal namanya kalau tidak bisa bersuara lantang.

Quote :

"Yang kau tidak suka itu aku, kan? Bagaimana kalau kau lampiaskan saja padaku."

Kaki Uryuu berjalan mendekati si pemuda feminim, "Jangan memanjakannya dengan menyerahkan dirimu untuk dipukuli. Orang macam dia ini kalau dimanja begitu makin menjadi - jadi, yang ada malah pikirannya yang sudah sempit itu makin sempit saja, " ujar Uryuu pada si pemuda feminim.

"Oi, aku tidak tahu, ya, kau ini memang tukang cari gara - gara, kolot, atau sebenarnya kau sedang dalam fase in denial mengetahui punya preferensi seksual yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan? Tapi menghina orang dengan vulgar hanya karena punya preferensi berbeda itu sudah keterlaluan dan sangat rendah!" Uryuu menaikkan satu alisnya, pandangannya menatap tajam pada pemuda dengan warna rambut yang senada dengannya.

Mari lihat jawaban apa yang akan dilontarkan olehnya, kalimat ataukah sebuah tinju? Uryuu sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Berurusan dengan "hater" seperti ini memang sudah lumrah kalau berakhir dengan perkelahian walaupun dia lebih memilih mengubah pandangan pemuda dihadapannya ini dengan pertukaran kata - kata dan bukannya pukulan - pukulan.

Sungguh, Shou tidak bermaksud melempar kacamatanya kearah kepala lelaki pucat itu. Shou benar-benar menyesal. Shou yakin melempar kacamatanya tidak terlalu keras, tapi kenapa lelaki pucat itu sangat marah? Apa dia sedang datang bulan?.

Shou sama sekali tidak terkejut ketika melihat mejanya ditendang keras-keras, tapi merasa kecewa pastilah ada. Shou ingat ketika lelaki pucat itu bertanya tentang eskrimnya, disitu Shou mengira lelaki itu baik walaupun tampangnya acuh tak acuh. Jujur, hal seperti ini sering Shou alami ketika di SMP dulu..ditendang, dipukuli, atau dilecehkan seperti ini. Sebenarnya Shou tidak mau terulang lagi masa SMPnya. Shou tahu dia salah, maka dari itu Shou tidak akan melawan.

Shou pandang mejanya yang terguling itu, Kalau masalah eskrim, makanan dan vas bunganya yang terjatuh itu bukanlah masalah besar. Toh itu bisa dibeli lagi. Tapi ketika Shou melihat sketchbook nya yang tebal itu terjatuh dan tersiram air dari dari vas bunga yang telah hancur itu, hati Shou ikut hancur. Itu satu-satunya yang mengingatkannya kepada ibunya. Shou memang menyesal, Shou tahu rusaknya sketchboknya itu karna ulahnya sendiri. Tapi kenapa Sketchbooknya.

Quote :

“Kau mau cari mati hah?”

Lelaki pucat itu menatap Shou, Shou bisa merasakan amarah lelaki pucat itu. Ingin Shou meminta maaf, tapi Shou tahu ini bukanlah waktu yang tepat. Shou melihat lelaki itu masih saja menatap Shou tanpa berkedip. Apakah lemparan kacamatanya terlalu sakit? Atau karena Shou mengungit-ungkit pelembab bibirnya?. Kalau memang karena pelembab bibirnya, jangan salahkan Shou. Kalau saja Shou tidak bilang masalah pelembab bibirnya, mungkin lelaki pucat itu tidak akan menyadarinya. Toh, bibir Shou memang sudah begini dari lahir.

Shou hapus pelembab bibirnya dengan telapak tangannya sendiri agar tidak ada masalah lebih jauh lagi, dan ketika Shou melihat telapak tangannya..Shou tidak melihat bekas pelembab bibir yang menempel ditelapak tangannya. Berarti pelembab bibirnya memang sudah mengering.

Lagi-lagi lelaki pucat itu mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan... Banci lah, bra lah, dan yang terakhir sangat parah. Yasudahlah, Shou Membalikan tubuhnya untuk memungut sketchbook dari ibunya itu.

Shou tidak menyangka Komeya Uryuu teman sekamarnya itu, tiba-tiba berteriak. Dan tidak jauh dari itu...

Quote :

"Yang kau tidak suka itu aku, kan? Bagaimana kalau kau lampiaskan saja padaku."

Eh!? Shou balikan tubuhnya lagi . Shou sedikit terkejut ketika melihat lelaki yang dikira wanita itu mendorong lelaki pucat itu. Lelaki yang dikira Shou perempuan itu ternyata berani juga, Ingin SHou mengacungkan jempolnya.... tetapi tidak mungkin. Sesungguhnya Shou tidak tega melihat adegan ini, apa-apaan ini?. Untunglah teman semarnya itu tiba-tiba datang mendekati lelaki yang dikira wanita itu. Shou yakin, dikelas ini teman sekamarnya itu dapat menandingi lelaki pucat itu.

Tapi bukan itu masalahnya, apakah mereka tidak tahu sebentar lagi pelajaran akan dimulai? Bagaimana kalau tiba-tiba ada guru masuk?.Hanya satu hal yang Shou takutkan, bagaimana kalau teman kamarnya itu yang tidak bersalah ikut-ikutan dihukum. Yasudahlah, semoga teman sekamarnya itu dapat mengatasi masalah ini.

Shou mulai menatap sketchbook miliknya lagi, Shou tahu ini hanya sketchbook. Tapi ini berharga. Dengan mata yang mulai memerah Shou berbalik dan mulai duduk untuk memungut sketchbooknya dan barang-barangnya yang berserakan dilantai.

Sebuah kata yang terlontar dari pemuda berambut putih itu seperti baru saja menyulut kepalanya yang sudah panas menjadi terbakar habis menggerogoti akal sehatnya. Dia kira siapa dirinya itu? Barang rusak memang suka menyebut yang lain rusak. Dia tidak rusak, mereka yang rusak! Manusia bodoh yang naif ini kepalanya harus dibenturkan keras-keras dengan kenyataan supaya sadar. Dan dialah yang akan menunjukkannya kepada mereka. Tapi kenapa malah dia yang dipanggil rusak? Tawa dikepalanya kini semakin keras membuat keringat didahinya mulai bercucuran, membuat kepalan tangan kirinya mengencang lebih keras lagi.

Diam kalian, bangsat!

Ko memandang balik bola matanya yang seperti warna darah itu. Tidak mau kalah. Dia tidak takut dengan pandangan siapapun, kecuali mata itu, mata hijau dengan pupil hitam kelam yang menyedotnya seperti lubang hitam. Akan dia tunjukkan siapa yang paling benar, dan siapa yang harus membuka matanya. Dan itu dia tunjukkannya dengan bibirnya yang tersenyum lebar penuh keyakinan. Tidak lupa tawa remeh sebagai kail untuk memancingnya.

“Sudah tipikal ya? manusia rusak menuduh orang lain rusak. Kau menuduh aku sama seperti kalian hah? Sumber penyakit, benda cacat, kotoran masyarakat seperti kalian hah?” Telunjuknya mendorong-dorong dada pemuda berambut putih itu, membuatnya terdorong-dorong sedikit kebelakang.

“Jangan bilang kalau kau ini juga tipe manusia goblok seperti itu ya? tipe naif yang suka teriak-teriak ‘Be Yourself’ sampai mengesahkan perilaku cacat seperti manusia jejadian ini? ahahah, orang-orang goblok yang suka menari-nari di dunia dongeng seperti kalian memang pintar bikin aku muntah! Kau tahu? Sebenarnya tujuanku ini baik tahu, aku cuma mengikuti kodrat alam. kalau kalian memang pilih jadi orang goblok yah kalian bakal diinjak. Kalau bukan aku yang melakukannya…maka masyarakatlah yang akan menggilas kalian sampai MAMPUS sana!” Rentetan kalimat itu tumpah bertubi-tubi dari bibirnya dengan volume yang semakin kencang seolah tidak mau kalah dengan tawa yang mondar-mandir dikepalanya. Artikulasi yang sangat jelas disetiap kata-katanya semakin mengecamkan kepada mereka bahwa ia sangat meyakini setiap kalimat yang keluar dari lidahnya itu.

“Akulah yang paling benar! Dan kalian harus terima itu baik-baik dan ingat setiap kata-kataku itu! Telan dan cerna kedalam otak kalian yang bobrok seperti sampah itu sana!”

Mari lakukan rekap dari ingatan Tecchan.

Pertama, dia masuk ke kelas dengan damai. Kedua, dia melihat kelas ini dengan damai. Ketiga, dia pinjam buku dengan damai--keempat? Tidak ada damai-damainya ketika pemuda dengan rambut sewarna jerami ini mulai menghampirinya. Tecchan tahu itu bukan hal bagus, tapi dia merasa bisa melaluinya dengan mudah.

Intinya, keempat dan kelima juga tidak ada damai-damainya. Terlebih ketika pemuda dengan ukuran besar itu mulai ribut-ribut dengan yang lebih tinggi. "Aku bukan menyerahkan diri untuk dipukuli, tapi aku bisa sendiri..." Dia bisa bela diri kok, sedikit. Setidaknya kalau dipalak dia bisa hajar balik dengan sandalnya. Untung saja tidak ditambah si rambut merah, kalau tidak bisa...makin rusuh.

Semuanya rusak.

"Kau lebih baik jangan sulut dia lagi." Hari pertamanya di sekolah kenapa harus begini, ya? Memperingati si rambut putih itu. Yang sekarang sedang diceramahi dengan kalimat panjang yang tidak semuanya bisa masuk ke ingatannya. Yang pasti, Tecchan tidak ingin ini berlanjut lagi. "Daripada kau terus berkicau, lebih baik tunjukkan dengan tanganmu, kan?" Mungkin kekacauannya akan makin parah, tapi lebih baik akan mengulur waktu. Selagi mengulur bisa cari cara lain. "Lakukan saja pulang sekolah!" Dia mendorong tubuh kedua pemuda itu agar saling berjauhan.

Agak bunuh diri tidak sih? Bagaimanapun juga, tubuhnya ini kecil sendiri.

Quote :

“Sudah tipikal ya? manusia rusak menuduh orang lain rusak. Kau menuduh aku sama seperti kalian hah? Sumber penyakit, benda cacat, kotoran masyarakat seperti kalian hah?”

Telunjuk yang mendorong – dorong tubuh Uryuu, dengan bersitan intimidasi di baliknya, ingin sekali dia pelintir supaya berhenti. Tapi tidak dia lakukan, buat apa terpancing oleh respon kayak anak TK macam begini.

“Bualanmu tolol sekali, bukannya itu yang barusan kau lakukan?” Ujung bibirnya sedikit terangkat, ia tak habis pikir bagaimana cara kerja otak pemuda di hadapannya ini. Mungkin keriting di otaknya kurang banyak jumlahnya?

Kalimat lanjutan yang meluncur cepat bak nagashi-somen dari mulut kasar pemuda di hadapannya terasa tak lebih dari sekedar cacian tanpa dasar. Lucu tapi juga miris mendengarnya. Kasihan sekali pasti hidupnya cuma diisi kekasaran dan kesempitan macam begini, jadi tidak bisa menikmati hidup sepenuhnya.

Quote :

"Kau lebih baik jangan sulut dia lagi."

Diantara kalimat – kalimat kasar yang masih mengudara, ada serpihan suara lain yang ditujukan padanya, memberinya peringatan.

“Sulut gimana? Aku kan cuma ngomong jujur,” nada bicara Uryuu yang tadi masih sopan jadi berubah kasual. Habisnya sewot juga dia merasa disalahkan, padahal dia sedang berusaha berargumen secara rasional.

Lawan bicaranya saja yang kebetulan irasional, jadi bikin suasana meledak – ledak kayak model rambutnya itu....

Sayangnya pendekatan verbalnya itu malah dipupuskan oleh kalimat pemuda feminim yang menyeruak memisahkan tubuhnya dan si pemuda berambut putih dari aura intens pertengkaran.

Quote :

"Daripada kau terus berkicau, lebih baik tunjukkan dengan tanganmu, kan?"

“Kekerasan. Pointless, tahu. Hasilnya cuma babak belur di kedua pihak dan cara pikir dia juga masih tetap sama,” ia berkomen pada si pemuda feminim.

“Kau juga, kalau mau jadi yang paling benar, ya hidup saja tanpa orang lain, terus saja jadi kura – kura dalam tempurung,” ia memindahkan fokusnya kembali pada si surai putih. “Sok mau jadi yang paling benar, tapi omongan juga kacau kemana – mana ga berdasar, hah, lucu...” Uryuu melengos mengejek, berbalik kembali menuju ke tempat mejanya berada.

Bodo, ah, mau berantem kek, mau ngapain kek, dia sudah tidak peduli. Sudah cukup dia dikira berandalan, dia ogah kalau berakhir dicap berandalan tulen cuma gara – gara meladeni otak sempit seseorang. Mending dia balik tidur saja, lebih ada gunanya.

Yashiro tidak pernah, dan tidak akan pernah datang terlambat ke kelas. Namun ternyata pagi ini tempat pensilnya memutuskan untuk bermain petak umpet dan membuat pemuda Momose itu mencarinya di seantero kamar setengah jam penuh. Waktu yang cukup untuk membuatnya nyaris terlambat.

Ketika pada akhirnya Yashiro berhasil sampai di kelas dan mempertahankan rekornya untuk tidak pernah terlambat, desah lega meluncur dari sela-sela nafasnya yang berpacu karena berlari kemari. Sayang, nafasnya kembali tertahan di tengah ketakjubannya menganalisa kondisi kelas.

Setengah hari bahkan belum berlalu, tapi keributan nampaknya telah terjadi di kelas I-2.

...Atau masih berlangsung?

Mata cokelatnya memperhatikan setiap entitas yang ada di kelas itu satu persatu sementara ia meletakan tasnya pada salah satu bangku di deret terdepan. Ketika pada akhirnya ia menangkap satu sosok yang sekamar dengannya, sepasang alisnya menjadi tertaut lebih dekat. Yamaguchi. Pasti ada sangkut pautnya sama dia.

"Masih pagi, ampun deh." Pada akhirnya cuma bisa komentar dan hela nafas. Maaf kalau tidak bisa baca situasi, namanya juga baru datang.

“Kau juga, kalau mau jadi yang paling benar, ya hidup saja tanpa orang lain, terus saja jadi kura – kura dalam tempurung,”

mendadak jantungnya berdegup lebih kencang lagi sampai ia sendiri dapat mendengarnya, seperti suara genderang yang kemudian meredam kalimat lanjutan dari bibir lelaki itu. Sebab bukan pertama kali dia diocehi begitu. Seseorang yang sempat ia panggil teman dengan sungguh-sungguh setahun yang lalu juga pernah menghujamnya dengan kalimat berinti sama. dan bukan hanya orang itu, namun orang lain juga, sekali, dua kali, atau lebih.

Otot lehernya menegang, dadanya naik turun seolah udara ruangan itu tidak cukup lagi untuknya, darahnya mengalir deras ke kepala dengan tekanan yang dapat mengoyak urat nadinya setiap jantungnya mengepal dan itu tampak dari wajahnya yang memerah seperti darah. Bagai masuk autopilot, Ko mengejar pemuda ---yang berbalik menuju mejanya--- itu dengan pikiran yang berhamburan kemana-mana. ia mengcengkram jasnya, menariknya, lalu melayangkan tinju kirinya ke arah kepalanya.

Spoiler:

The member 'Yamaguchi Ko' has done the following action : Dices roll

'100' : 27

Whoops!

Bagai sedang berseluncur di atas skating ring, tanpa ia sempat bereaksi—tubuhnya yang semula hendak membungkuk untuk duduk, kini dipaksa berbalik oleh tarikan cepat si surai putih.

Untungnya refleksnya sedang bagus, ketika kepalan pemuda itu terbang melayang kearahnya, dengan sedikit geseran kepala ia bisa menghindari pukulan yang tampaknya sepenuh tenaga itu. Pukulan itu cuma menyerempet tipis di pelipisnya, menggores sedikit kulit luarnya. Dalam sepersekian detik mode pertahanan dirinya otomatis menyala, dengan sebuah tarikan napas ia pun mengarahkan kepalanya sendiri ke kepala si surai putih.

Sekuat tenaga tentunya!

Random number (1,5) :

1

Spoiler:

Ko mengelik kesamping, serangan lawan tidak kena, dan ia melihatnya terjungkal melewatinya. Bagus. Selagi lawan lengah, Ko menangkap tubuh itu lalu menariknya ke meja keras-keras sampai-sampai meja lain ikut bergeser. Tangan kanannya menahan bahunya, sementara sebelah tangannya melesatkan serangan kedua ke arah wajahnya.

Spoiler:

The member 'Yamaguchi Ko' has done the following action : Dices roll

'3' : 3

Uryuu kaget ketika serangannya miss dan malah memberikan lawannya untuk melancarkan serangan balasan--

Telak ke wajahnya.

Ia bisa merasakan darah dari gigi dan bagian dalam mulutnya yang beradu meluncur keluar, diikuti dengan jalaran nyeri dari sumber pukulan ke seluruh sisi kanan wajahnya.

BRENGSEEEK!!!!

Uryuu mengayunkan lututnya kearah perut Ko.

Spoiler: